Kamis, 05 Desember 2013

GeRTAK Flotim, Organ Taktis Pemukul Patron

Demo di Kantor Bupati Flotim 2012; pict by Kico

Belakangan ini nama GeRTAK (Gerakan Rakyat Anti Korupsi) makin banyak menghiasi berbagai media on line dan media cetak. Organ yang berkedudukan di Flores Timur ini, dari hari ke hari, makin gencar menyuarakan aneka dugaan korupsi yang ada di Flores Timur. Tak tanggung-tanggung, seperti yang diberitakan di berbagai media, 25 November lalu, secara 'vulgar', mereka menuntut agar Bupati Flores Timur mundur dari jabatannya.

Dari namanya, tentu saja sangatlah tepat jika muatan-muatan yang dikaji kemudian disebarkan dan disuarakan organ ini, adalah soal dugaan korupsi. Kesesuaian identitas dengan isi. Perfecto!

Banyak yang tidak mengetahui kapan berdirinya organ ini. Nama GeRTAK, mulai muncul ke publik Flores Timur ketika akan terjadinya suksesi kepemimpinan Flotim terakhir. Aksi demonstrasi sering dilakukan menjelang Pilkada Flotim beberapa tahun lalu. Terutama terkait gunjang-ganjing kisruh penetapan Calon Kepala Daerah.

Saat itu, ketika KPUD Flotim sempat menggagalkan Paket Mondial (Simon Hayon-Kus D. Alfi), GeRTAK dalam beberapa aksinya, seolah-olah muncul sebagai organ yang mendukung paket ini. Aneka kreasi demonstran dan upaya issue yang dilontarkan, secara sepintas sangat dekat dengan memperjuangkan kepentingan Paket Mondial. Hal ini berlanjut hingga PILKADA Flotim, bahkan hingga gugatan Mondial ke MK.

Kerja taktis lapangan Mondial, seolah-olah diperankan dan di-corong-kan oleh GeRTAK. Hingga saat ini, memang tak ada data valid yang menyatakan bahwa GeRTAK adalah organ gagasan atau binaan Mantan Bupati Simon Hayon dalam Paket Mondial, yang kalah dalam Pilkada kemarin.

Namun, dalam konteks 'omong kosong', banyak kalangan yang mengidentifikasi GeRTAK sebagai organ bentukan dan binaan Simon Hayon. Selain disebabkan pada periode awal kemunculannya, organ ini selalu 'memperjuangkan' kepentingan Simon Hayon (Mondial, waktu itu), juga lantaran kepengurusannya (fakta lapangan), dominan menjadi tim sukses Mondial saat pilkada kemarin.

Kehadiran GeRTAK saat ini, harus diakui sebagai organ yang cukup konsisten menyuarakan soal dugaan korupsi di Flotim. Bahkan dalam kepemimpinan Bupati dan Wabup Flotim saat ini, menjadi satu-satunya organ yang berani dan konsen bicara serta mengkritisi jalannya Pemda secara terbuka. Baik aksi nyata maupun via media massa. Patut diapresiasi. Bahwa memang kekuasaan, apapun bentuknya, perlu dipantau dan diawasi, sebab kekuasaan sangat dekat dengan penyelewengan dan penyalahgunaan.

Maka, praktis sebelum dan semenjak Kepala Daerah ini dilantik, GeRTAK selalu tampil dengan berbagai aksinya. Sebagai sebuah Gerakan Ekstraparlementer, dalam melakukan aksinya, tentu fakta-fakta kadang menjadi urusan nomor sekian. Cukup bermodalkan indikasi-indikasi. Toh tujuan adanya gerakan ekstraparlementer tidak lain, untuk mempengaruhi kebijakan agar berpihak dan 'melirik' kepentingan masyarakat.

Apalagi jika terkait dugaan korupsi. Kebenaran ditentukan di pengadilan berikut fakta-fakta persidangannya. Bahwa dalam dunia kebirokrasian yang mellibatkan lintas sektoral, sangat sulit menemukan kebenaran bukti final akan adanya korupsi. Gaya, pola, dan karakteristik para pelakunya tentu sangat rapi dengan sedikit meninggalkan celah.

Aksi-aksi tak kunjung henti dari GeRTAK, tentu saja tak mungkin tak punya target. Dari usaha mereka yang tak kenal lelah ini, sebenarnya mau memberi gambaran dan cerita yang tentu tak sekadar memberantas korupsi!  Atau meminimalisir angka korupsi!

Minimal, jika dipahami dan disepakati bahwa GeRTAK adalah organ taktis bentukan dan/atau  binaan Simon Hayon, maka mudah bagi kita sekadar menarik benang merahnya.

Layaknya, sebuah institusi perang yang merasa menang dalam peertarungan, tetapi kemudian dibatalkan oleh lembaga lain yang miliki otoritas, tentu hal ini menjadi beban physikologis tersendiri dan pasti berbekas. Tentu sangat mendalam jika fenomena tersebut tidak dapat diterima.

Maka, dalam era demokrasi dan upaya penegakkan supremasi hukum, untuk menyalurkan beban physikologis tersebut, pola yang sangat elegan dan dapat diterima tanpa syarat oleh segenap perangkat hukum adalah dengan mendesign gerakan 'mengganggu stabilitas pemenang' secara legal.

Secara politis, tentu mengambil posisi oposan. Oposan hanya dalam wadah formal parlementer, tentu saja tidak cukup daya dobrak dan taringnya. Apalagi sistem parlementer, akan menciptakan polanya sendiri dan otonom untuk terlibat dalam aneka gaya kompromistis terkait bagi-bagi jatah. Kehadiran perwakilan oposan, menjadi masuk angin dan semakin tumpul ketika berhadapan dengan logika bagi-bagi jatah. olehnya, wakil yang ada hanya dapat dimanfaatkan untuk sumber data.

Maka untuk makin mempertajam daya dobrak dan efek melebar, diperlukan organ ekstraparlementer sebagai organ taktis di lapangan. Bisa juga berfungsi sebagai "Tongkat Pemukul Anjing" oleh tuannya.

Saat ini, aksi GeRTAK telah alami ekskalasi yang kian meninggi. Aksinya yang terakhir, mulai setidaknya membuka target utama gerakan mereka semenjak awal organ ini berdiri. Menurunkan Yosep Lagadoni Herin dari kursi Bupati Flotim. Sekian lama, GeRTAK mencoba mengumpulkan dan mendsesign upaya menuju implementasi target mereka dengan cara yang legal. Menunggu, mengamati, terjadinya atau munculnya celah kecil dari rezim ini, kemudian celah yang kecil tadi dimanfaatkan guna mendasari gerakan mereka dengan cara yang L.E.G.A.L. Mereka lumayan sabar dengan step by step.

Menurut penilaian pribadi, Gerakan Legal GeRTAK ini, sejatinya cukup mengganggu konsentrasi pelaksanaan roda pemerintahan Flotim. Setidaknya telah memberikan sedikit hasil, dengan ditetapkan tersangka pada dugaan pungli yang kurang lebih setahun, didesign dan dikawal oleh GeRTAK.

Sejauh mana dampak dari dugaan korupsi lain yang kini sedang dimainkan oleh GeRTAK, berpengaruh terhadap kepemimpinan Flotim saat ini, itu belumlah teruji. Rasanya, isu dugaan korupsi yang kini dimainkan tentang korupsi TPG dan Konflik Horisontal antar kampung di Flotim, GeRTAK pun tahu bahwa kedua issue itu hanya isu celah atau transisi sambil menunggu dengan sabar terjadinya kecerobohan akut yang dapat dijadikan Kartu Truff dalam upaya Gerakan Legal Menuntut dan menurunkan Bupati Flores Timur.

Maka issue-issue yang kini sedang dikreasikan dan dikelolah oleh GeRTAK, hanyalah upaya pra kondisi. Upaya memenuhi dan menjejali pikiran dan perhatian rakyat Flotim agar memiliki gambaran atau image pemimpin Flotim saat ini memang sedang tak pantas memimpin Flotim. Hingga pada akhirnya, ketika kartu Truff itu telah dimiliki, upaya mereka untuk memaksa mundur Bupati Flotim, tidaklah menjadi sebuah kepanikan, malah bila perlu mendapat dukungan mayoritas rakyat.

Saya kira inilah yang sedang menjadi bahan utama Koordinator GeRTAK, Kanis Soge, dan Ketua-ketua Divisi serta think thank-nya yang rata-rata bersamaan basic organisasinya yaitu, PMKRI.

Mungkin pula, gerakan organ ini dalam upaya mewujudkan janji Simon Hayon, setelah kalah dalam Pilkada lalu, bahwa Paket yang menang itu, akan memimpin Flotim hanya dalam waktu 1-2 tahun saja. Jika demikian, maka GeRTAK bisa jadi merupakan "Tongkat Pemukul Anjing".


Share this article now on :

Posting Komentar