Demo di Kantor Bupati Flotim 2012; pict by Kico |
Belakangan ini nama GeRTAK (Gerakan Rakyat Anti Korupsi)
makin banyak menghiasi berbagai media on line dan media cetak. Organ yang
berkedudukan di Flores Timur ini, dari hari ke hari, makin gencar menyuarakan
aneka dugaan korupsi yang ada di Flores Timur. Tak tanggung-tanggung, seperti
yang diberitakan di berbagai media, 25 November lalu, secara 'vulgar', mereka
menuntut agar Bupati Flores Timur mundur dari jabatannya.
Dari namanya, tentu saja sangatlah tepat jika muatan-muatan
yang dikaji kemudian disebarkan dan disuarakan organ ini, adalah soal dugaan
korupsi. Kesesuaian identitas dengan isi. Perfecto!
Banyak yang tidak mengetahui kapan berdirinya organ ini.
Nama GeRTAK, mulai muncul ke publik Flores Timur ketika akan terjadinya suksesi
kepemimpinan Flotim terakhir. Aksi demonstrasi sering dilakukan menjelang
Pilkada Flotim beberapa tahun lalu. Terutama terkait gunjang-ganjing kisruh
penetapan Calon Kepala Daerah.
Saat itu, ketika KPUD Flotim sempat menggagalkan Paket
Mondial (Simon Hayon-Kus D. Alfi), GeRTAK dalam beberapa aksinya, seolah-olah
muncul sebagai organ yang mendukung paket ini. Aneka kreasi demonstran dan
upaya issue yang dilontarkan, secara sepintas sangat dekat dengan
memperjuangkan kepentingan Paket Mondial. Hal ini berlanjut hingga PILKADA
Flotim, bahkan hingga gugatan Mondial ke MK.
Kerja taktis lapangan Mondial, seolah-olah diperankan dan
di-corong-kan oleh GeRTAK. Hingga saat ini, memang tak ada data valid yang
menyatakan bahwa GeRTAK adalah organ gagasan atau binaan Mantan Bupati Simon
Hayon dalam Paket Mondial, yang kalah dalam Pilkada kemarin.
Namun, dalam konteks 'omong kosong', banyak kalangan yang
mengidentifikasi GeRTAK sebagai organ bentukan dan binaan Simon Hayon. Selain
disebabkan pada periode awal kemunculannya, organ ini selalu 'memperjuangkan'
kepentingan Simon Hayon (Mondial, waktu itu), juga lantaran kepengurusannya (fakta
lapangan), dominan menjadi tim sukses Mondial saat pilkada kemarin.
Kehadiran GeRTAK saat ini, harus diakui sebagai organ yang
cukup konsisten menyuarakan soal dugaan korupsi di Flotim. Bahkan dalam
kepemimpinan Bupati dan Wabup Flotim saat ini, menjadi satu-satunya organ yang
berani dan konsen bicara serta mengkritisi jalannya Pemda secara terbuka. Baik
aksi nyata maupun via media massa. Patut diapresiasi. Bahwa memang kekuasaan,
apapun bentuknya, perlu dipantau dan diawasi, sebab kekuasaan sangat dekat
dengan penyelewengan dan penyalahgunaan.
Maka, praktis sebelum dan semenjak Kepala Daerah ini
dilantik, GeRTAK selalu tampil dengan berbagai aksinya. Sebagai sebuah Gerakan
Ekstraparlementer, dalam melakukan aksinya, tentu fakta-fakta kadang menjadi urusan
nomor sekian. Cukup bermodalkan indikasi-indikasi. Toh tujuan adanya gerakan
ekstraparlementer tidak lain, untuk mempengaruhi kebijakan agar berpihak dan
'melirik' kepentingan masyarakat.
Apalagi jika terkait dugaan korupsi. Kebenaran ditentukan di
pengadilan berikut fakta-fakta persidangannya. Bahwa dalam dunia kebirokrasian
yang mellibatkan lintas sektoral, sangat sulit menemukan kebenaran bukti final
akan adanya korupsi. Gaya, pola, dan karakteristik para pelakunya tentu sangat
rapi dengan sedikit meninggalkan celah.
Aksi-aksi tak kunjung henti dari GeRTAK, tentu saja tak
mungkin tak punya target. Dari usaha mereka yang tak kenal lelah ini,
sebenarnya mau memberi gambaran dan cerita yang tentu tak sekadar memberantas
korupsi! Atau meminimalisir angka
korupsi!
Minimal, jika dipahami dan disepakati bahwa GeRTAK adalah
organ taktis bentukan dan/atau binaan
Simon Hayon, maka mudah bagi kita sekadar menarik benang merahnya.
Layaknya, sebuah institusi perang yang merasa menang dalam
peertarungan, tetapi kemudian dibatalkan oleh lembaga lain yang miliki
otoritas, tentu hal ini menjadi beban physikologis tersendiri dan pasti
berbekas. Tentu sangat mendalam jika fenomena tersebut tidak dapat diterima.
Maka, dalam era demokrasi dan upaya penegakkan supremasi
hukum, untuk menyalurkan beban physikologis tersebut, pola yang sangat elegan
dan dapat diterima tanpa syarat oleh segenap perangkat hukum adalah dengan
mendesign gerakan 'mengganggu stabilitas pemenang' secara legal.
Secara politis, tentu mengambil posisi oposan. Oposan hanya
dalam wadah formal parlementer, tentu saja tidak cukup daya dobrak dan
taringnya. Apalagi sistem parlementer, akan menciptakan polanya sendiri dan
otonom untuk terlibat dalam aneka gaya kompromistis terkait bagi-bagi jatah. Kehadiran
perwakilan oposan, menjadi masuk angin dan semakin tumpul ketika berhadapan
dengan logika bagi-bagi jatah. olehnya, wakil yang ada hanya dapat dimanfaatkan
untuk sumber data.
Maka untuk makin mempertajam daya dobrak dan efek melebar,
diperlukan organ ekstraparlementer sebagai organ taktis di lapangan. Bisa juga
berfungsi sebagai "Tongkat Pemukul Anjing" oleh tuannya.
Saat ini, aksi GeRTAK telah alami ekskalasi yang kian
meninggi. Aksinya yang terakhir, mulai setidaknya membuka target utama gerakan
mereka semenjak awal organ ini berdiri. Menurunkan Yosep Lagadoni Herin dari
kursi Bupati Flotim. Sekian lama, GeRTAK mencoba mengumpulkan dan mendsesign
upaya menuju implementasi target mereka dengan cara yang legal. Menunggu,
mengamati, terjadinya atau munculnya celah kecil dari rezim ini, kemudian celah
yang kecil tadi dimanfaatkan guna mendasari gerakan mereka dengan cara yang
L.E.G.A.L. Mereka lumayan sabar dengan step by step.
Menurut penilaian pribadi, Gerakan Legal GeRTAK ini,
sejatinya cukup mengganggu konsentrasi pelaksanaan roda pemerintahan Flotim.
Setidaknya telah memberikan sedikit hasil, dengan ditetapkan tersangka pada
dugaan pungli yang kurang lebih setahun, didesign dan dikawal oleh GeRTAK.
Sejauh mana dampak dari dugaan korupsi lain yang kini sedang
dimainkan oleh GeRTAK, berpengaruh terhadap kepemimpinan Flotim saat ini, itu
belumlah teruji. Rasanya, isu dugaan korupsi yang kini dimainkan tentang
korupsi TPG dan Konflik Horisontal antar kampung di Flotim, GeRTAK pun tahu
bahwa kedua issue itu hanya isu celah atau transisi sambil menunggu dengan
sabar terjadinya kecerobohan akut yang dapat dijadikan Kartu Truff dalam upaya
Gerakan Legal Menuntut dan menurunkan Bupati Flores Timur.
Maka issue-issue yang kini sedang dikreasikan dan dikelolah
oleh GeRTAK, hanyalah upaya pra kondisi. Upaya memenuhi dan menjejali pikiran
dan perhatian rakyat Flotim agar memiliki gambaran atau image pemimpin Flotim
saat ini memang sedang tak pantas memimpin Flotim. Hingga pada akhirnya, ketika
kartu Truff itu telah dimiliki, upaya mereka untuk memaksa mundur Bupati
Flotim, tidaklah menjadi sebuah kepanikan, malah bila perlu mendapat dukungan
mayoritas rakyat.
Saya kira inilah yang sedang menjadi bahan utama Koordinator
GeRTAK, Kanis Soge, dan Ketua-ketua Divisi serta think thank-nya yang rata-rata
bersamaan basic organisasinya yaitu, PMKRI.
Mungkin pula, gerakan organ ini dalam upaya mewujudkan janji
Simon Hayon, setelah kalah dalam Pilkada lalu, bahwa Paket yang menang itu,
akan memimpin Flotim hanya dalam waktu 1-2 tahun saja. Jika demikian, maka
GeRTAK bisa jadi merupakan "Tongkat Pemukul Anjing".
Posting Komentar