Pict from account fb wein Group |
Baru saja perekonomian Flotim diluluhlantakan oleh investasi bodong MT, kini kembali dicoba dengan merebaknya PT. WEIN GROUP asal Kupang dengan usaha sejenis. Sayangnya PT. WEIN GROUP belum memiliki izin operasional dari Otoritas Jasa Keuangan RI [OJK]. Sementara informasi yang berkembang, di Flotim sudah sekitar 700 orang yang telah jadi nasabah. Tapi kemungkinan besar angka itu kini melambung tinggi. Mengingat aktivitas Wein group menjaring investor, begitu genjar hingga ke pelosok-pelosok desa.
Bagaimana PT. WEIN GROUP begitu leluasa bermain di Flotim meski ilegal menurut OJK?Untuk itu saya coba gunakan logika dasar berikut ini dalam menelisiknya dengan beberapa analisa sederhana berikut. Hemat saya ada tiga [3] institusi yang gunakan nama Wein [meski satu sumber kepemilikkan]: PT. WEIN SUKSES, PT. WEIN KASIH ASLAKAN, dan PT. WEIN GROUP.
Sesuai dengan izin yang tertera, yang pertama bergerak adalah PT. WEIN SUKSES. Dan mungkin tidak bergerak dalam bidang investasi sehingga telah mendapat izin. Sebagai sebuah perusahaan, apapun itu, memiliki strategi untuk "diversifikasi" usahanya dengan bergerak ke bidang usaha lain. Sehingga mengharuskan mereka membuka institusi baru, yaitu: PT. WEIN KASIH ASLAKAN. Dan saya juga yakin bahwa perusahaan yang kedua ini juga tidak bergerak dalam bidang investasi, sehingga 2014 [OJK sudah terbentuk] mendapat izin dari Kementrian.
Melihat dan membaca bahwa bisnis investasi sangat menggiurkan, mereka mulai meram-bah lahan investasi dengan mendirikan PT. WEIN GROUP. Sebab sesuai dengan langsiran OJK, yang tidak memiliki izin [ilegal] itu PT. WEIN GROUP bukan kedua wadah sebe-lumnya. Nah strategi sederhana dimainkan pada tahap ini. Bahwa yang sedang gencar prospek daratan Lamaholot dari desa ke desa saat ini adalah PT. WEIN GROUP bukan kedua instusi lainnya.
Tapi untuk memudahkan pertumbuhan dan pemekarannya ke wilayah-wilayah kabupaten se NTT, sehingga kita saksikan mereka juga kini hadir di Flotim, kepada Pemda, Pemerintahan Kecamatan, Kelurahan/desa dan pihak kepolisian, lembaga ini [PT. WEIN GROUP] menggunakan tameng izin Kementrian milik PT. WEIN SUKSES & PT. WEIN KASIH ASLAKAN.
Bukankah tindakan pengelabuhaan ini sangat masuk akal dan sukses? Sehingga mereka bahkan sudah menggurita hingga ke pelosok desa selain telah membangun Sekretariat [kantor cabang?] di Larantuka? Bahkan momen prospek dan sosialisasi group ini selalu gunakan Kantor Lurah dan/atau Balai Desa.
Belajar dari Mitra Tiara
"Keledai saja enggan terperosok kedua kali pada lubang yang sama". Pribahasa ini setidaknya sarat makna dan sungguh tepat jika kita lekatkan pada kondisi investasi masyarakat kita yang berkali-kali terjerumus dalam soal yang sama.
Pengalaman pahit bersama dengan beberapa lembaga investasi bodong, rupanya belum membuat jera sebagian masyarakat Flotim. Mulai dari Gelekat Nara, Amalia, Mitra Tiara, Indoglobal yang semuanya sangat merusak sendi-sendi perekonomian masyarakat, sepertinya tidak pernah dijadikan pelajaran berharga.
Sebagian masyarakat menilai bahwa bukan pada soal ketidaktahuan masyarakat tentang resiko berinvestasi pada lembaga ilegal, tetapi lebih kepada upaya memanfaatkan lembaga investasi itu. Bahwa orang masih punya peluang mendapatkan keuntungan sebelum lembaga investasi itu kolaps atau bubar.
Apa yang kini dipraktekkan oleh Wein Group boleh-boleh saja. Tetapi masyarakat juga harus sadar bahwa setiap bentuk investasi uang dari masyarakat, harus memiliki izin operasional dari OJK. Sejauh ini, Wein Group tidak memiliki izin dimaksud. Meski dalam sosialisasinya, Wein Group menyebut dan menyertakan salinan izin dari kementrian.
Bahwa izin yang cenderung dijadikan tameng oleh Wein Group hanyalah izin pendirian lembaga usaha. Bukan izin operasional yang menyangkut keabsahan bidang usaha yang dijalankan. Maka dari itu, hingga hari ini OJK masih menyebut Wein Group dengan bidang usaha investasi uang adalah ilegal.
Metode demikian, juga pernah dipraktekan oleh Mitra Tiara. Dengan hanya mengantongi akta pendirian lembaga dan izin operasional koperasi. Faktanya, Mitra Tiara menjalankan usahanya jauh dari karakteristik koperasi. Dan karena tidak memiliki izin operasional dari OJK, Oktober 2013 lalu, Mitra Tiara alami rush besar-besaran yang berujung kolaps dan pendirinya harus berurusan dengan wilayah hukum.
Berbekal demikian, rasanya mengharapkan masyarakat untuk tidak tergiur pada gebrakan Wein Group sangatlah sulit. Untuk tidak mengulangi kembali pengalaman pahit berkali-kali, Pemda Flotim semestinya segera mengambil tindakan tegas untuk membekukan sementara operasionalisasi Wein Group di Flotim, sebelum memiliki izin operasional OJK dan/atau kejelasan secara hukum.
Fakta bahwa hingga hari ini, Wein Group adalah sebuah PT [Perseroan Terbatas] yang memiliki koperasi. Hingga semestinya urusan ini menjadi otoritas Disperindag. Tetapi bahwa pada prakteknya Wein Group menjalankan bentuk penarikan modal dari masyarakat umum [investasi uang] sekaligus karena belum memiliki izin operasional dari OJK, maka Pemda Flotim sebenarnya telah memiliki alasan yang jauh sangat kuat untuk membekukan operasionalisasi Wein Group di bumi Lamaholot ini. Meski boleh-boleh saja Wein Group berargumentasi bahwa mereka memiliki koperasi wein Smart. Modus ini sangat mirip dengan yang telah dipraktekkan Mitra Tiara. Sebab jika mau ditelusuri perijinan, bentuk, nama, jenis usaha dengan praktek yang dijalankan, maka tidak ada sinkronasi. Saling berbenturan. Sangat paradoks.
Tindakan tersebut semestinya tidak perlu ditawar-tawar lagi. Demi kehidupan perekonomian masyarakat Flotim adalah sangat tepat jika saat ini Pemda Flotim membekukan sementara operasionalisasi Wein Group di Flores Timur. Daripada kemudian hanya meratapi diri lantaran kita terlambat mengambil tindakan. Peristiwa sejenis telah berkali-kali terjadi. Adalah baik dan bijaksana jika segera menindak dengan tegas. Seperti misalnya dilakukan oleh Pemda Belu. Semoga!***Frank Lamanepa
Posting Komentar