Diskusi pubilk yang diselenggarakan oleh Media Center PKP Indonesia pada rabu (25/9/13) dengan tema “Memahami Tujuan NKRI Dibentuk” . Diskusi yang menghadirkan dewan penasehat PKPI, bapak Mayjend TNI (Purn) Saiful Sulun itu membahas pembangunan karakter bangsa yang stagnan dalam era globalisasi yang penuh dengan berkembangnya paham liberalisme. Beliau juga mengingatkan timbulnya paham-paham yang mengganggu stabilitas NKRI dan sangat bertentangan dengan Pancasila. Paham-paham itu tumbuh karena generasi saat ini mengalami penyakit “lupa sejarah” akibat globalisasi. Seperti contohnya paham komunisme dan Islam radikal yang dihembuskan oleh penerus-penerus gerakan PKI dan DI/TII pada masa lalu. Mereka kembali beraksi meracuni generasi muda untuk membenci NKRI dan TNI pada era Reformasi ini. Hal itu juga diindikasikan tidak adanya komitmen dari para penyelenggara negara dalam melanjutkan tongkat kepemimpinan bangsa yang berdasarkan Pancasila.
Dengan dirubahnya UUD 1945 menjadi UUD 2002 oleh MPR RI pasca Reformasi turut mengaburkan makna Pancasila di bangsa ini. Mereka yang merubah konstitusi pada saat itu senantiasa menuding orde baru sebagai sumber bencana yang ada di negeri ini. Akan tetapi kenyataannya, perubahan UUD 45 itu justru lebih buruk dibandingkan dengan UUD 45 yang asli. Padahal Pancasila sebagai jatidiri bangsa Indonesia menjadi ruh yang melekat dalam UUD 45 kerap dijadikan contoh konstitusi bagi negara-negara lain (terutama Asia-Afrika).
Jika kita kehilangan jatidiri, maka kita hanya menjadi penonton di negeri sendiri. Negara lain seperti negara-negara Eropa dan AS tidak akan pernah senang jika melihat NKRI berdiri megah dengan jatidirinya. Mereka lebih senang melihat kita hancur dan terpecah-belah. Karena itulah mereka selalu masuk ke dalam ruang-ruang budaya yang mempengaruhi pola berfikir bangsa Indonesia. Sehingga bangsa ini selalu membanggakan pemikiran-pemikiran luar dan yang menghanyutkan bangsa ini untuk melupakan sejarah. Itulah kenapa komunis yang sudah dua kali memberontak justru menjadi trend bagi anak muda sekarang.
Dalam pasca berdirinya negara Indonesia, pertempuran ideologi kerap terjadi di negeri kita. Baik antara Pancasila dengan komunis maupun Pancasila dengan Islam. Sudah ditegaskan dengan jelas dalam persidangan BPUPKI dan PPKI bahwa negara ini didasarkan dari paham kebangsaan yang berlandaskan Pancasila. Para pendiri Republik ini dari masa pergerakan nasional tahun 1908, Sumpah Pemuda, sampai dengan Proklamasi sudah memikirkan bagaimana Indonesia merdeka. Yang menurut Bung Karno, kemerdekaan dimaknakan sebagai jembatan emas dalam mewujudkan kedaulatan, keadilan, dan kemakmuran.
Namun, setelah merdeka bangsa ini kembali terpecah belah dengan kepentingan politik praksis. Dalam perjalanan itu, tidak terhingga perjuangan TNI dalam menjaga dan mempertahankan NKRI. Jasa-jasa itu tidak pernah diapresiasi oleh generasi muda saat ini, yang cenderung mencibirnya.
Makna Merdeka
Kembali pada sejarah perjuangan bangsa, bahwa makna merdeka bagi Indonesia merupakan suatu pernyataan kepada dunia internasional bahwa kita tidak diatur lagi dan tunduk pada kepentingan negara lain. Sehingga prosesi jembatan emas yang akan mengantarkan rakyat kedepan persatuan, kedaulatan, keadilan, dan persatuannya itu menjadi nyata. Dan sejatinya tujuan itu sudah termaktub dalam Pembukaan UUD 45. Dari isi Pembukaan UUD 45 itu juga menjabarkan sejarah bangsa dalam mencapai kemerdekaannya dan membangun negara kemudian.
Memang tidak dapat dipungkiri bahwa implemantasi dalam menjalankan konstitusi itu kerap kali melakukan penyimpangan. Bung Karno dan Pak Harto merupakan pemimpin yang baik sepanjang sejarah kepemimpinan Indonesia. Dan tidak ada penerusnya yang sebaik mereka berdua. Akan tetapi mereka berdua tetap manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan. Dan seharusnya kesalahan-kesalahanya itu yang harus disempurnakan oleh generasi penerusnya. Namun, mengapa justru Pancasila dan UUD 45 yang dipersalahkan dan menuntut untuk diganti ? Berarti disini ada indikasi asing yang bermain dalam proses Reformasi. Hasilnya dapat kita rasakan sampai saat ini, bahwa kondisi bangsa dan negara pasca Reformasi jauh lebih buruk dari sebelumnya.
Maka dari itu sebagai solusi kita menghimbau untuk kembali kepada ruh Pancasila dan UUD 45 dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Mengkaji ulang UUD 2002 adalah kewajiban dari lembaga yang berwenang saat ini. Dan kiranya kita perlu mengembalikan fungsi MPR sebagai lembaga tertinggi negara supaya pemerintahan kita berjalan dengan baik. Dimana MPR menetapkan GBHN yang akan diberikan kepada Presiden sebagai mandat.
25 September 2013
Program Diskusi Publik Mingguan
Sutiyoso Media Center PKP INDONESIA
Posting Komentar