Jumat, 17 Januari 2014

Dana Aspirasi, Lamaholotisme Para Incumbent

Suasana Sidang Paripurna DPRD Flotim; Pict by Frank Lamanepa
Ada fakta yang sangat menarik terkait dengan mekanisme pencairan dan peruntukan dana yang disebut sebagai Dana Aspirasi oleh anggota DPRD Flotim terutama mereka yang sekaligus sebagai Caleg Pileg 2014. Bagi sebagian masyarakat yang peduli terhadap roda kepemerintahan Flores Timur dan konsen terhadapnya, sangat meyakini bahwa dana tersebut adalah dana yang pendasaran hukumnya sama sekali nihil. Artinya dalam wilayah eksekutif itu sama serupa dengan penyimpangan atau penggelapan anggaran.

Memang salah satu tugas dan fungsi DPRD adalah hak mengatur anggaran dan/atau bersama pemerintah menetapkan anggaran yang tertuang dalam RAPBD dan/atau APBD baik yang regular maupun perubahan. Menariknya fungsi ini pada prakteknya justru malah memberikan keleluasaan sangat bagi Anggota DPRD sebagai bargainning power dan memberlakukannya sekaligus politik penyanderaan atas kepentingan pribadi dan kelompok terutama sebagai upaya saving dana dalam politik tranksaksional kepada pemilih atau konstituen menghadapi pileg 2014.

Dalam 2014, pengalokasian dana aspirasi bagi tiap anggota dewan sebesar Rp.250 juta. Secara keseluruhan ada sebesar Rp.15 M dicubit dari APBD untuk memenuhi hasrat 30 anggota DPRD Flotim. Itu artinya, telah terjadi penyunatan sebesar Rp. 15 M pada anggaran pembiayaan publik (pembangunan) yang memang sudah sangat terbilang kecil dibanding untuk pembiayaan rutin (biaya gaji) pada APBD 2014. Yang sejatinya Rp.15 M itu dapat dilakukan untuk pembiayaan pembangunan kebutuhan masyarakat semisal Jalan-jembatan, Pendidikan, Jaringan Listrik yang memang sangat memprihatinkan di beberapa wilayah Flotim.

Menariknya, mekanisme pencarian dana bernama aspirasi itu, malah menyalahi tata kelolah keuangan yang berlaku di negara ini. Anggota dewan bersangkutan malah selayaknya kuasa pengguna anggaran (eksekutif) mencairkannya langsung pada lembaga keuangan (Bank NTT yang baru-baru ini terbakar). Setelah cair, dana tersebut dikuasai dan diberikan langsung kepada masyarakat sasaran (pribadi/kelompok) bahkan dengan berani menyatakan sebagai dana pribadi. Lagi-lagi anggota dewan secara sepihak telah menambah sendiri tugas dan kewenangannya menyamai tugas dan kewenangan eksekutif (SKPD).

Pada titik ini, adalah sangat "indah" jika fenomena ini ditangkap oleh BPKP untuk melakukan investigasi dalam mencoba memahami sepak terjang anggota dewan dengan penambahan tugas baru demikian. Setidaknya, mekanisme demikian adalah tindakan penyimpangan terhadap keuangan negara dan/atau menyalahi tugas dan kewenangan. Korupsi!

Logika kemudian yang dipakai (umumnya) terhadap peruntukan dana aspirasi tadi ialah melalui program Bansos-Dinas Sosial. Sebuah program "kemurahan hati" yang sangat manusiawi. Sejatinya patut diapresiasi niat baik wakil-wakil rakyat ini.

Maka tak pelak, saat-saat ini di seantero pelosok Flotim, kita akan mendengar, melihat, dan mengamati para wakil rakyat (terutama para incumbent) membanjiri masyarakat dengan berbagai bantuan. Sebut saja misalnya: Bantuan anak Babi, Anakan, dan bantuan dana pemberdayaan bagi kelompok-kelompok kategorial seperti kelompok tani, nelayan, dan perempuan. Bahkan lebih mulia lagi dan sangat agamais, rumah-rumah ibadah (Gereja dan Masjid) mendapat bantuan berkisar Rp.20-27 Juta-an. Tersebut semisal di Kelurahan Pantai Besar dan di Bama.

Bagi kalangan politisi lainnya (non incumbent), kemurahan hati wakil rakyat ini dianggap sebagai pola politik transaksional dan cenderung dikecam sekaligus sebagai bahan mentah pokok materi dalam sosialisasi dan kampanye tandingan untuk mempengaruhi dan memperoleh atau merebut dukungan dari pemilih yang bersangkutan maupun pemilih di wilayah lain.

Fenomena lain yang juga tak kalah menariknya, dibeberapa kelurahan dan/atau desa, penggelontoran dana aspirasi ini diberikan kepada beberapa kepala keluarga dengan nominal berkisar hingga Rp.10 juta/kk. Fenomena ini tentu saja jarang dijumpai selama ini. Termasuk hal yang paling unik dan sangat langka ialah tindakan anggota dewan menggendong anak Babi keluar masuk dari satu rumah ke rumah lain dalam rangka menyumbang anak Babi tersebut. Prilaku ini terbilang paling langka.

Upaya pemberian bantuan dengan bersedia mengotori diri sendiri dengan kotoran dan bau Babi, tak dapat dilihat sepintas saja sebagai prilaku politik transaksional semata. Justru lebih dari itu. Merupakan sebuah keteladanan baru bagi masyarakat terutama para caleg lain agar menjadi anggota dewan harus mau, bersedia berkotor-kotor ria demi pemilih terutama menjelang pileg. Sekalipun menggunakan dana aspirasi yang payung hukumnya tak ada. Bahwa demi rakyat, cara apapun patut ditempuh.

Pola-pola keteladanan seperti ini, bukanlah hal baru dan adopsi dari dunia barat atau dari negeri antah berantah, justru sejalan dengan sosiologis masyarakat Lamaholot, yakni jikalau ada pihak yang telah memberikan "ewan' keret telo" (daging tiga potong-terjemahan bebas), adalah haram jika tak menjadi sekutu pemberi daging tadi. Bahkan bila perlu bersedia berkorban demi sang pemberi. Sesuatu yang sangat Lamaholot. Lamaholotisme.

Oleh karenanya, bagi siapapun yang telah menerima bantuan berupa apapun dari anggota dewan (incumbent), maka tak ada cara lain selain memberikan suara mereka dalam Pileg 9 April nanti. Sebuah kesantunan sesuai dengan adat dan budaya Lamaholot. Sehingga adalah keliru besar jika para pemurah hati tadi, ketakutan atau galau dengan kucuran dana demikian tak menerima balasan di hari H nanti. Tenang saja. Ketika anda telah memberi sesuatu kepada masyarakat, pasti akan dipilih. Apalagi jika bantuan itu berupa freshmoney (uang kontan) di dini hari atau pagi hari 9 April nanti. Waktu teramat singkat bagi penerima untuk melupakan budi baikmu.

Masyarakat Flores Timur sangat jujur, setia kawan, dan tahu kesantunan. Mereka akan berpihak padamu, jika anda telah memberikan sesuatu yang berarti bagi mereka, walaupun dan itu berasal dari dana aspirasi yang bertentangan dengan tata kelolah keuangan negara. Bukankah setiap upaya akan mendapatkan balasan?

Keteladanan demikian, saat ini merupakan berkah yang luar biasa bagi masyarakat. Terutama ketika himpitan ekonomi kian mencekik lantaran colapsnya Lkf Mitra Tiara. Pola semacam kemurahan hati ini, akan bersambut dengan keberpihakan di bilik suara padamu. Adalah baik memilih mereka yang begitu murah hati memberi bantuan berupa dana, anak Babi, Anakan, dan perhatian untuk pembangunan rumah ibadah saat-saat menjelang Pileg ini. Sangat Lamaholotisme. "Jadi ama sesak? Iri tanda tak mampu!" Rusakk!
Share this article now on :

Posting Komentar