Selasa, 20 Mei 2014

Gambling: Kisah Cinta Pemanjat Tebing

Oleh; Ahmadi Madi


Tebing LK, Malang. Pemanjat Wahyu DIKLAT XIV IMAPALA
Seharian ku coba cari lintasan panjat tebing. Gerakan, pegangan, pijakan, liukan, titik-titik pengaman. Menjelang senja, ku dapat lintasan menantang namun aman. Hampir gelap mandi disungai kecil. Usai makan malam, kupandang wajah tebing dari samping, hhhmmm mirip wajah orang, tapi tak ada yang gaib-gaib di Tebing Elka ( bagiku).

Pagi datang disambut dengan transver dan bouldering sampai keujung tebing, balik lagi ke awal. Usai makan, kembali duduk di batu besar, cari jalur yang kemarin sudah terekam. Nikmati dengan imaginasi, meliuk-liuk, tenaga, kelenturan, kecepatan, pengaman, arah jatuh apabila gambling. Husssstt.. sampai basah tanganku menikmati ketegangan dalam imaginasi.

Faktor ini yang membuat panjat tebing semakin sulit ditinggalkan. Menatapnya saja, sudah memberimu ketegangan. Agak sore seseorang datang, menepuk bahu kananku, lalu duduk disamping. Ku toleh, nikmati wajahnya dari samping. Sudah kupacari 3 bulan, namun belum sekalipun ku cium.

Aku menghargainya, jadi kutahan tak melakukan itu. Pasti kalau teman-teman tahu, aku dibilang kampungan, ndeso, arek ngadas hahaha. Matanya langsung menatap tebing di hadapan.
"Jalur mana yang akan dibuat mas?", kutunjuk dari bawah mengikuti ceruk, sampai ke atas. Dia terdiam sesaat, terus terucap, "Hii seraamm, jariku sampai keluar keringat dingin".

Ku dekap bahu kanannya, "Ayo dicoba pakai Artificial Climbing", pintaku. Moyastha mengangguk. Harnest dipakai, alat digantung di Harnest, Helm dipasang, Carnmantel Dinamik ujungnya ku ikat ke Harnestnya. Tali ku masukan ke Figure of Eight ku. Pemanjatan dimulai. Ku tunjukan arah jalur, dia segera merayap. Naik lurus, pasang pengaman, naik ke kiri sedikit, transver ke kanan, naik pasang Chock Friend, menggantung ke kiri, naiki Overhang.

Tiba-tiba pegangan terlepas! Tubuhnya jatuh. Braaakkk.. Helmnya membentur tebing, lalu diam tergantung. Kugoyang-goyang tali kermantel sambil panggil " Moyas, moyaaas!", tetap diam. Mungkin pingsan. Ikat talinya ke anchor tebing, ambil tali Carnmantel Statick, pasang Solois di dada, bawa beberapa alat lainya, panjat.

Tubuhnya tergantung menghadap langit. Bekas benturan terlihat dibelakang helm. Ku raba ke belakang kepalanya, tak ada benjolan. Sesaat ku lihat bulu matanya sedikit terbuka, lalu tertutup lagi. Kurang ajar, ku tahan tawa, dekati wajahnya, lumat bibirnya habis2an, seketika dia membuka mata, mendorong tubuhku.

Blass tubuhnya yang tergantung menjauh, tangannya mengusap bibir berludah, yang tadi ku terkam dengan ciuman. "Kurang ajarrr!" Jeritnya dengan wajah cerah. Malam datang bersama bulan, api unggun membara, wajahnya menatapku dengan sedikit senyum, ku balas dan ucapkan " lagi?" , " apa'an?", " Ciuman?". Habis broo brii. ***
Share this article now on :

Posting Komentar