Sabtu, 03 Januari 2015

SAHABAT II, Tragedi Ternaas Transportasi Flotim

Tragedi Kebakaran Kapal Pengangkut BBM di Pelabuhan Larantuka; 21 Feb 2015/pict. frank lamanepa

Kecelakaan alat transportasi massal di negara ini memang cukup tinggi. Itulah yang menjadi dasar pembentukan Komite Nasional Keselamatan Transportasi disingkat KNKT [National Transportation Safety Committee, disingkat NTSC] adalah sebuah lembaga pemerintahan nonstruktural Indonesia yang melaksanakan tugas dan fungsi investigasi kecelakaan transportasi.

KNKT dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 105 Tahun 1999. Komisi ini bertanggung jawab untuk melakukan investigasi atas kecelakaan transportasi baik darat, laut maupun udara kemudian memberikan usulan-usulan perbaikan agar kecelakaan yang sama tidak lagi terjadi pada masa depan.

KNKT berada di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden. Beranggotakan lima orang yang ditunjuk oleh Presiden untuk masa lima tahun. Keberadaan KNKT diteruskan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2012.

Beberapa kecelakaan yang cukup fenomenal dan diselidiki KNKT: Adam Air Penerbangan 172, Adam Air Penerbangan 574, Garuda Indonesia Penerbangan 200, Lion Air Penerbangan 904, Mandala Airlines Penerbangan 91, Merpati Nusantara Airlines Penerbangan 8968, Kecelakaan Sukhoi Superjet 100 di Gunung Salak, SilkAir Penerbangan 185, Garuda Indonesia Penerbangan 152, Mimika Air Penerbangan 514, dan yang masih hangat hingga hari ini, Penerbangan AirAsia QZ8501 di Bangka Belitung.


Flores Timur

Kecelakaan transportasi yang dapat dianggap paling fenomenal hingga hari ini tentu saja tenggelamnya Perahu Layar Motor [PLM] SAHABAT II tahun 1986, di Selat Boleng. Tentu tidak bermaksud menyepelehkan kejadian saat Prosesi Laut masa Semana Sancta 2014.

Hari itu 25 February 1986, PLM Sahabat II ada di dermaga Larantuka. PLM ini tergolong baru. Jika tidak salah, ini pelayaran perdananya dari Larantuka menuju Lewoleba. Aku ada di sana. Bukan di atas kapal motor itu. Tapi di pelabuhan. Sebagai anak SD, sering sekali bersama kawan sebaya renang [mandi] di pelabuhan itu. Apalagi tempat ini punya menara Suar dan berlabuhnya kapal-kapal besar yang bisa kami gunakan untuk terjun ke laut dari sana.

Kehadiran Sahabat II memang sangat menarik perhatian. Untuk saat itu, merupakan kapal motor terbesar dengan rute Larantuka-Lewoleba. Tidak heran jika banyak yang ingin merasakan pelayaran dengannya. Seperti yang terlihat waktu itu. Penumpang cukup banyak berminat. Bahkan hingga ke atap bagian belakang tampak penuh. Diantara mereka ada seorang pemuda yang aku kenal. Masih tetangga di Balela. Lukas Manugoa. Warga Balela memanggilnya Lunces. Kakak dari saudara Alexander Daniello Manugoa [https://www.facebook.com/alexanderdaniello.manugoa?].

Setelah sarat, PLM itupun lepas tali berlayar menuju Lewoleba. Saya dan rekan-rekan menyaksikan di ujung pelabuhan. Waktu itu ada rasa iri. Sempat terbesit, "Seandainya saja akupun berada di atas kapal itu, pasti sangat menggembirakan".

Jelang sore, berita tenggelamnya Sahabat II menghentak ketenangan penghuni Larantuka. Pikiranku tertuju sosok Lukas Manugoa, satu-satunya penumpang yang aku kenal. "Bagaimana nasibnya? Apakah selamat dari kecelakaan itu?". 

Larantuka memang sering dilanda bencana antara bulan Desember hingga Februari. Baru Januarri lalu, Kota Larantuka dilanda angin topan dasyat, merusak rumah-rumah warga. Banyak yang harus kehilangan atap rumah, bahkan angin juga sempat "mengangkat" beberapa rumah yang terbuat dari bahan lokal [Dinding Keneka  beratap Alang-alang]. Bulan-bulan ini, perairan sekitar Flotim memang langganan badai. Laut sering tak bersahabat. Gelombang cukup tinggi. Orang Larantuka sering menyebutnya "Barat so datang".

Dari data yang kemudian didapat, PLM Sahabat II berpenumpang 170 orang. Itu sangat jauh dari kapasitasnya. Yang selamat 101 orang, meninggal dunia 22 orang, dan hilang 47 orang. Dikabarkan bangkai kapalpun tak ditemukan. Arus Selat Boleng, daerah Watowoko memang terkenal cukup ganas. Yang menggembirakan pemuda Lukas Manugoa, termasuk 22 orang yang selamat itu.

Bupati Flotim [saat itu] Simon Petrus Soliwoa, 03 Maret 1986 bertempat di Gedung Serba Guna Kecamatan Larantuka [Belakang Kantor Camat Larantuka sekarang] dalam acara Briefing tentang Pelaksanaan Sensus Ekonomi 1986, menyinggung soal tragedi Sahabat II ini. 

Bupati Soliwoa menegaskan, "Janganlah persoalkan cuaca ataupun keadaan alam, namun yang harus dlihat adalah kenyataan, yakni kapasitas muatan/penumpang yang berlebihan; dan hal ini terjadi karena hubungannya dengan prosentase upah bagi anak buah kapal/motor. Maka jelas, yang paling dipersalahkan adalah pemilik kapal/motor itu sendiri. Mereka lebih mengutamakan sistem upah, sedangkan faktor keamanan tak dihiraukan sama sekali".

Setelah meminta tragedi itu diambil hikmahnya, Soliwoa juga mengeluarkan instruksi, agar semua pemilik perahu layar motor supaya mulai membenahi diri dengan: 1] Melengkapi dengan Buku Daftar Penumpang, 2] Menyediakan Alat Penolong [alat-alat renang], 3] Menyediakan Alat Komunikasi, 4] Asuransi, dan 5] Wajib kerjasama antara ABK dengan penumpang. ***Frank Lamanepa


Share this article now on :

Posting Komentar