Minggu, 14 Juni 2015

Praktek Wein Group Perlu Ditelusuri

Pither Y. Boimau, S.TP, M.SI,
Kabag Marketing WG
foto Frank Lamanepa
Belakangan ini mulai ramai dibicarakan tentang ekspansi Wein Group di Flores Timur. Group yang oleh OJK disebut sebagai salah satu dari 226 lembaga yang wajib diwaspadai karena bergerak dalam usaha investasi uang ini, kini santer sosialisasi dari desa ke desa di Flotim dalam rangka menjaring anggota.

Berikut kami sajikan testimoni Gaspar Kelen yang ditulisnya melalui akun facebooknya belum lama ini.

Sobat [fb] yang berbahagia, perlu saya informasikan kepada sobat sekalian bahwa dari tanggal 24 april s/d 18 mei 2015, saya berlibur di kampung, tepatnya di desa Kolilanang, Adonara. Tanggal 2 Mei di desa Kolilanang [balai pertemuan dusun 3 Bidara], saya mengikuti sosialisasi yang dilakukan oleh WEIN GRUP [WG] tentang Revolusi Mental dan Revolusi Ekonomi.

Dalam pemaparan visi misi tentang revolusi mental, banyak hal positip yang saya dapat. Tetapi setelah masuk pembahasan tentang revolusi ekonomi dari WG, banyak hal yang masih dalam tanda tanya besar, dan terus terang secara akal sehat saya, belum memahami sistem kerja dari WG khususnya dalam bidang ekonomi.

Di situ dijelaskan oleh WG [Pither Y. Boimau, S.TP, M.Si, Kabag Marketing] antara lain:
1. Dia mengajak warga desa Kolilanang dan sekitarnya untuk bergabung di WG untuk sama-sama membangun perekonomian NTT, karena WG suatu saat akan menguasai perekonomian di NTT.
2. Bagi warga yang bersedia bergabung, akan menyetor minimal uang Rp. 8,8 juta untuk level yang paling rendah, level yang paling tinggi Rp.16 juta, dan setelah menyetor uang tersebut secara otomatis menjadi pemilik WG.

3. Uang yang telah disetor tidak akan diambil, jika yang bersangkutan ingin keluar dari WG, dan sebagai penggantinya yang bersangkutan menunjuk pengganti dari pihak keluarga sebagai ahli waris kepemilikan.
4. WG miliki toko dan swalayan. Jika sudah menjadi pemilik, maka pembelanjaan di toko tersebut, harganya sesuai dengan harga pabrik di Jawa.
5. WG juga punya koperasi, di mana saat bergabung lansung mendapat kartu koperasi WG, dengan modal simpanan awal sebesar Rp.500 ribu diambil dari uang setoran di atas.

Suasana Sosialisasi WG
di salah satu Balai Desa di Flotim 
foto by Frank Lamanepa

6. Pemilik WG, dari koperasi bisa memberikan modal pinjaman hungga Rp.100 juta, tanpa survei awal usaha, tanpa jaminan, tanpa dicicil dan tanpa ditagih.
7. WG hingga 2 Mei 2015 telah memiliki 4 toko besar di NTT yaitu di Atambua, Kefa, Soe dan Kupang. Direncanakan tanggal 8 Mei kemarin, diresmikan WG Flotim dengan tokonya berada di Weri Larantuka [penjelasan tgl 2 Mei saat itu, saat ini saya dengar sudah diresmikan tokonya, mohon dicek kebenarannya].

Dari penjelasan di atas dan berdasarkan jangkauan akal sehat saya, banyak hal yang tidak bisa diterima, yaitu pont 1, 4 , dan 6.

Di mana pont 1 dijelaskan suatu saat WG menguasai perekonomian di NTT; apa ia? Point 4 harga barang di toko WG sama dan harga pabrik di Jawa; sekali lagi apa ia? Lalu bagaimana dengan biaya transportasi? Dan point 6 semakin gila; dan terus terang otak warasku tidak bisa menerimanya tentang pinjaman bisa sampai 100 juta, tapi tidak ada survei, tanpa jaminan, tanpa cicil dan tanpa ditagih.

Ke 3 point ini kami tanyakan dan jawaban dari Pither Boimau, mereka punya rahasia dalam sistem pengoperasionalnya, dan itu akan dibuka apabila sudah menjadi pemilik WG.

Dari kejanggalan-kejanggalan tersebut, saya begitu heran ternyata masih ada sekitar 4 orang hingga hari ini telah bergabung dari desa Kolilanang. Dan menurut pengakuan Pither Boimau, WG hadir di Flores sebagai pengobat dan penyembuh kasus Mitra Tiara.

Setelah masa liburan saya berakhir minggu lalu, saya kembali ke Timor. Dan untuk membuktikan informasi toko WG di atas, hari Senin kemarin saya pesiar di kefa dan mencari alamat toko wein grup kefa, dan ternyata tokonya ada, tapi menyewa rumah warga, dan barangnya hanya sedikit. 

Hal sama berlaku pada toko WG di Atambua yang saya cek tadi siang. Malah saya ketemukan staf WG sedang order barang ke kios-kios di Atambua dan Kefa.

Dengan kondisi yang mencurigakan ini, saya langsung kontak ke kampung bahwa yang disampaikan oleh WG itu tidak sesuai dengan kondisi riil di Atambua dan Kefa [khusus toko dan barangnya], dan menghimbau untuk jangan tergesa mengambil keputusan untuk bergabung di WG.

Sehubungan dengan itu, lewat media ini, sebagai anak lewo tanah saya menghimbau:
1. Pemerintah Daerah Flotim harus menyikapi kondisi ini, jangan sampai kasus Mitra Tiara terulang di Flotim.
2. cek kebenaran toko WG di Weri, dan apakah saat peresmian pemda mengetahui atau tidak.
3.Kita semua masyarakat Flores umumnya dan Flotim khususnya, harus mengawasi gerak operasional WG di Flotim. Jika diduga ada penipuan, segera usir mereka dari Lamaholot dan Flores.

Demikian info dari saya. Saya tidak memvonis WG tidak baik. Tapi kita harus buktikan bahwa program WG membantu rakyat bukan menipu rakyat. Tolong sebarkan info ini kepada teman/sobat/keluarga anda untuk diketahui. Terima kasih. [26 Mei 2915].






Share this article now on :

Posting Komentar