Dalam Kejadian 2:10-14: “Dan sungai ‘mengalir keluar’ dari Eden untuk mengairi taman itu; dan dari sana terbagi, dan menjadi empat ‘kepala’. Nama yang pertama adalah Phison: berkelok-kelok melalui seluruh tanah Kavilah, dimana terdapat emas; dan emas dari tanah itu bagus: ada ‘bedolach’ dan ‘batu permata’. Dan nama sungai kedua adalah Gihon: sama bahwa berkelok-kelok melalui tanah Kush. Dan nama sungai ketiga adalah Hiddekel: mengalir di depan Asshur. Dan sungai keempat adalah Perat.”
Pencarian lokasi Taman Eden dan empat sungainya yang berlangsung lebih dari dua ribu tahun silam, hampir seiring dengan pencarian lokasi Atlantis, baik dalam teori dan dalam praktek. Pencarian Eden ini telah terbukti sulit karena ketidakpastian dalam mengidentifikasi sungai-sungainya. Tak seorang pun dapat menemukan diatas peta dimana itu Taman Eden, termasuk daerah-daerah dan sungai-sungai yang disebutkan dalam Kejadian.
Di ujung Teluk Persia pada peta topografi, hanya satu dari empat sungai, yaitu sungai Efrat (Perat), yang memiliki nama yang mirip. Sungai ini saat ini berasal dari pegunungan di Turki dan ujung hilirnya menyatu dengan Sungai Tigris di dekat wilayah perbatasan Irak/Kuwait. Banyak yang berspekulasi bahwa Sungai Tigris adalah Sungai Hiddekel. Hal ini menimbulkan spekulasi bahwa Taman Eden terletak di suatu tempat di Turki, karena sebelah hulu Sungai Efrat kini berada di Turki, seperti halnya Sungai Tigris. Pendapat lain mengusulkan bahwa Taman Eden berada di pertemuan Sungai Efrat dan Tigris. Pendapat ini menafsirkan bahwa Sungai Tigris adalah salah satu dari empat sungai tersebut (yaitu Hiddekel) dan menganggap pertemuan kedua sungai sebagai “kepala”, tetapi selanjutnya harus menemukan kedua sungai lainnya yang hilang (atau sungai tua yang telah mengering). Pendapat ini mengklaim bahwa Taman Eden adalah berada didekat Kuwait yang sekarang. Hal ini adalah pendapat yang terbaik pada saat ini, tetapi tidak sedikit pun didukung oleh kata-kata literal dalam Alkitab atau realitas geologi dan geografis mengenai apa yang dimaksud dengan “kepala”, yaitu ujung hulu atau pertemuan sungai.
Beberapa petunjuk menunjukkan bahwa Phison dan Gihon berada di Mesir atau Saudi. Nama Kavilah, dimana Sungai Phison dikatakan mengalir, berarti “tanah berpasir” (Sarna, 1991). Dalam pemahaman Israel kuno, secara eksplisit bahwa kelimpahan emas dan batu mulia yang merupakan gambaran raja-raja Mesir kuno menunjukkan dari mana mereka dilahirkan. Hal ini juga sesuai untuk “Kush”, yang diidentifikasi kemudian didalam Kejadian sebagai salah satu nenek moyang bangsa Mesir, sehingga diyakini bahwa Sungai Gihon adalah Sungai Nil. Namun, apabila sungai-sungai tersebut adalah Phison dan Gihon, dua dari empat sungai yang mengalir keluar dari Taman Eden, keduanya tidak sesuai dengan sumber hulu Sungai Efrat atau Tigris, yaitu di Turki. Daerah aliran sungai Tigris/Efrat dan Nil dipisahkan sejauh ratusan mil, dan sungai-sungai ini bersumber dari pegunungan yang sama sekali berbeda.
Jadi, dimanakah Taman Eden terletak?
Di Asia Tenggara, bahwa manusia setelah beremigrasi dari sabana setengah gersang di Afrika, pertama kali menemukan kondisi iklim yang ideal untuk kehidupan, dan disanalah mereka menciptakan pertanian dan peradaban. Semua ini terjadi dalam masa Pleistosen, sebuah masa terakhir dalam era geologi, yang berakhir kurang dari 11.600 tahun yang lalu. Dengan berakhirnya Zaman Es Pleistosen, gletser yang menutupi seluruh bagian utara Amerika Utara dan Eurasia mencair. Es yang mencair ini mengalir ke laut sehingga mengakibatkan kenaikan muka air laut yang diperkirakan sekitar 100-150 meter (dos Santos, dalam Atlantis: Benua yang Hilang Akhirnya Ditemukan, 2005).
Setelah Zaman Es berakhir, terjadi kenaikan air laut yang menenggelamkan sebuah landas kontinen luas di Asia Tenggara selamanya, yaitu Sundalandia, dan menyebabkan penyebaran populasi yang membuahkan budaya Neolitik Cina, India, Mesopotamia, Mesir dan Mediterania timur, dan menciptakan peradaban mereka yang pertama. Terjadi tiga kali kenaikan cepat permukaan laut yang dapat menyebabkan bencana. Yang terakhir, yang selesai sesaat sebelum dimulainya peradaban di Mesopotamia, mungkin salah satu yang diingat. Kontribusi Asia Tenggara untuk pembangunan kota pertama di Mesopotamia mungkin belum sepenuhnya berteknologi. Meskipun mereka mungkin telah membawa ide-ide dan keterampilan konstruksi megalitik, domestikasi pertanian, pelayaran, astronomi, navigasi, perdagangan dan komersial, mereka mungkin juga telah memperkenalkan alat untuk memanfaatkan dan mengontrol tenaga kerja petani dan pengrajin. Juga termasuk sihir, agama, konsep bernegara, kerajaan dan hirarki sosial. Cerita rakyat yang unik dan sama secara universal yang terdapat pula di hampir setiap daerah di Timur Tengah dan merupakan pola dasar mitologi Eropa, termasuk banjir, dapat ditemukan di kepulauan Indonesia dan Pasifik barat daya. Asia Tenggara merupakan Taman Eden yang asli dan banjir adalah kekuatan yang mendorong orang-orang keluar dari Taman Firdaus (Oppenheimer, dalam Taman Eden di Timur, 1997).
Taman Eden
Dalam Kejadian 2:8: “Tuhan membuat taman di timur, di Eden, dan Ia menempatkan manusia yang diciptakan-Nya itu.” Dan dalam Kejadian 11:2: “Dan waktu berlalu, setelah mereka berangkat dari timur, bahwa mereka menemukan sebuah dataran di tanah Shinar; dan mereka bermukim disana.”
Tanah Shinar diidentifikasi sebagai Mesopotamia. Nama itu mungkin berasal dari bahasa Ibrani shene neharot (“dua sungai”), Bahasa Ibrani shene arim (“dua kota”) atau Bahasa Akkadia shumeru. Orang-orang Mesopotamia merupakan penyebaran dari Asia Tenggara (“timur”) yang disebabkan oleh bencana dan kenaikan cepat permukaan laut di Sundalandia (“mereka berangkat dari timur”). Oleh karena itu, asal-usul tanah mereka yaitu Eden, adalah di Sundalandia (“taman di timur, di Eden”).
Dalam Kejadian 2:9: “Pada tanah tersebut Tuhan menumbuhkan setiap pohon yang menyenangkan untuk dilihat dan baik untuk dimakan. Pohon kehidupan juga ada di tengah-tengah taman itu, bersama dengan pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat.”
Dalam Kejadian 2:19-20: “Pada tanah tersebut Tuhan menciptakan segala binatang darat dan setiap burung di langit, dan menyerahkannya kepada manusia bagaimana cara menyebutnya. Apapun makhluk hidup yang disebut oleh manusia, itu adalah namanya. Manusia memberikan nama kepada semua ternak, burung dari langit, dan segala binatang, tapi Adam tidak menemukan pembantu yang cocok untuknya.”
Tuhan menciptakan Taman Eden khusus untuk Adam, manusia pertama, yang telah diciptakan oleh-Nya. Dengan demikian, Taman Eden adalah amat sempurna. Taman ini memberikan keindahan dan rezeki, menjadi tempat bagi setiap pohon “yang menyenangkan untuk dilihat dan baik untuk dimakan” dan sumber air tawar dari sungai untuk diminum.
Taman Eden belum dapat ditemukan karena semua orang telah mencari di tempat yang salah. Dalam hipotesisnya, penulis mengidentifikasi lokasi Taman Eden sebagai dataran luas yang dikelilingi oleh pegunungan di bagian selatan Pulau Kalimantan, seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah.
Wilayah Indonesia di Kalimantan meliputi 2/3 dari Pulau Kalimantan. Terkenal karena hutan tropis, sumber daya alam yang kaya; dan beragam flora dan fauna yang eksotis, endemik, Kalimantan menyediakan dunia unik tersendiri yang belum dijelajahi. Wilayah ini memiliki sejumlah cagar alam untuk melindungi flora dan fauna yang unik. Kersikluway adalah tempatnya anggrek hitam (Colongenia pandurata) yang tumbuh sangat langka, terletak di bagian hulu Sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Bontang, di Kabupaten Kutai, memiliki flora dan fauna yang langka. Taman Nasional Kutai dekat Bontang layak untuk dikunjungi untuk melihat pemandangan terutama di Brasbasah. Taman Nasional Tanjungputing di Kalimantan Tengah adalah situs konservasi flora dan fauna tertua di Kalimantan. Taman ini dihuni oleh orangutan, owa-owa, bekantan dan primata lainnya. Pusat Rehabilitasi Orangutan juga terdapat di sini, yang didukung oleh World Wildlife Fund (WWF). Di Kalimantan Barat, Taman Nasional Gunungpalung terletak di Kabupaten Ketapang adalah tempat terdapatnya flora dan fauna lain-lain. Gunung Rayapasi yang terletak di Kabupaten Singkawang juga merupakan tempat yang menarik untuk dikunjungi untuk melihat Rafflesia atau bunga raksasa. Singkawang juga merupakan cagar alam. Hutan Sanggau layak dikunjungi dimana terdapat air panas, danau dan gua. Cagar alam lainnya adalah hutan Baning dan Bukitkelam di Kabupaten Sintang. Sementara di Kapuashulu, ada hutan Bentuang. Di Kalimantan Selatan ada Pulau Kaget, habitat bagi berbagai macam burung dan monyet, terutama bekantan berhidung panjang yang lucu.
Wilayah yang dihipotesiskan sebagai Taman Eden dihuni oleh orang Dayak, penduduk asli Kalimantan. Bagian tengah wilayah ini ditutupi oleh hutan tropis, yang menghasilkan rotan, damar dan kayu berharga seperti ulin dan meranti. Dataran rendah di bagian selatan didominasi oleh rawa gambut yang bersinggungan dengan banyak sungai.
Iklim di wilayah ini adalah bercuaca basah zona khatulistiwa dengan delapan bulan musim hujan dan 4 bulan musim kemarau. Curah hujannya adalah 2.700 – 3.400 mm dengan rata-rata 145 hari hujan setiap tahunnya.
Pegunungan Muller-Schwaner membentang dari timurlaut ke baratdaya wilayah tersebut, 80% terdiri dari hutan lebat, rawa gambut, hutan bakau, sungai, dan lahan pertanian tradisional. Daerah dataran tinggi di bagian timurlaut adalah terpencil dan tidak mudah dijangkau. Gunung tak berapi yang tersebar di daerah ini antara lain Kengkabang, Samiajang, Liangpahang dan Ulugedang. Pegunungan Meratus terdapat di sepanjang bagian timur wilayah tersebut. Gunung-gunungnya memiliki puncak yang berkabut, sungai-sungai yang menyeberang, hutan yang lebat, lembah yang curam dan memiliki formasi karst bergerigi. Pegunungan ini dihuni oleh orang Dayak Meratus yang “semi-nomaden”, dengan adat dan agamayang kuat dan memainkan musik yang sakral.
Uraian di atas menunjukkan bahwa wilayah tersebut pantas disebut sebagai Taman Eden seperti dalam Alkitab.
Empat Sungai Firdaus
Alkitab mengatakan bahwa “suatu sungai ‘mengalir keluar’ dari Eden” dan selanjutnya sesuatu jarang terjadi pada sungai itu; khususnya terbagi menjadi empat “kepala” yang terpisah pada bagian hilirnya dan bersumber pada satu sungai. Hampir semua sungai dimulai dari satu sumber atau berasal dari berbagai sumber (anak sungai). Kata kerjanya dalam bahasa Ibrani adalah berbentuk sedang dan bukan imperfek. Juga, sebuah frase kata benda di awal suatu ayat adalah tidak biasa. Selanjutnya, kata-kata “dan dari sana” berada sebelum kata kerja “terpisah” menunjukkan bahwa kata kerja ini tidak memiliki subyek.
Kejanggalan tersebut dirasakan karena penafsirannya adalah secara verbatim. Bentuk kata kerja sedang menyiratkan bahwa kata-katanya berada dalam sebuah frase, “sungai yang mengalir keluar dari suatu wilayah (‘Eden’)” dapat diartikan sebagai “wilayah hidrografi”, “wilayah hidrologi” atau “daerah aliran sungai (DAS)”. Frase yang berikutnya menegaskan lagi penafsiran ini, “dari sana terbagi, dan menjadi empat ‘kepala’” dapat diartikan sebagai “yang terdiri dari empat sub-DAS utama (sub-wilayah)”. Frase tersebut tampaknya tidak ditemukan dalam bahasa asli ayat tersebut. Jadi, ayat tersebut dapat diartikan sebagai "Wilayah hidrologi Eden terdiri dari empat sub-DAS utama."
Penamaan sungai-sungai Alkitab itu diduga berasal dari alinemen geografisnya. Penomoran sungai juga sesuai dengan urutannya, dari barat ke timur. Bentuk kata kerja sekarang sederhana menunjukkan bahwa kondisinya tidak berubah dengan berjalannya waktu. Keempat sungai tersebut teridentifikasi sebagai Kahayan untuk Phison, Kapuas untuk Gihon, Barito untuk Hiddekel dan Negara untuk Perat seperti terlihat pada gambar diatas dan dibahas di bawah ini.
1. Phison
Dalam Kejadian 2:11-12: “Nama yang pertama adalah Phison: berkelok-kelok melalui seluruh tanah Kavilah, dimana terdapat emas; dan emas dari tanah itu bagus: ada ‘bedolach’ dan ‘batu permata’.”
Nama Ibrani untuk Phison adalah Pîš?n (?????????) yang berarti “kenaikan” dan dapat berakar dari pu?sh (??????) yang berarti “melontar”, “berpencar”, “tersebar” atau “membelok”. Bila diterapkan dalam alinemen sungai, dapat berarti bahwa sungainya adalah “berpencar”, “membias” atau “membelok”. Melihat geografi wilayah tersebut, Sungai Kahayan adalah membelok kearah barat, apabila dilihat dari hilir.
Pada sekitar pertengahan Sungai Kahayan, sungainya berkelok-kelok. Sungai yang berkelok-kelok menandakan bahwa topografi di daerah yang dilintasi sungai adalah datar dan cenderung digunakan sebagai pusat komunitas. Dengan demikian, Kavilah bisa jadi di tempat ini. Kavilah dijelaskan secara panjang-lebar di Alkitab dibandingkan dengan tempat-tempat lain di Eden, menyiratkan bahwa tempat ini adalah yang paling penting atau paling banyak dihuni. Tempat ini dapat dengan mudah dijangkau dari pantai selatan melalui Sungai Kahayan bagi orang luar untuk mengunjunginya. Ibukota Provinsi Kalimantan Tengah saat ini, Palangkaraya, terletak di daerah ini juga.
Alkitab mengatakan bahwa terdapat emas di Kavilah dan emas itu baik. Sungai Kahayan terkenal dengan pertambangan emasnya. Tempat bernama Gunungmas di bagian tengah Sungai Kahayan, kaya dengan emas dan beberapa mineral lainnya seperti perak, tembaga, besi, seng, timah, platinum dan zirkon. Saat ini, cadangan emas di daerah tersebut sekitar 45 juta ton. Selain beberapa nama klasik lainnya, Pulau Kalimantan pernah dijuluki dengan nama Nusa Kencana yang berarti “pulau emas”, mungkin lokasinya di Gunungmas karena mudah dijangkau dari pantai selatan melalui Sungai Kahayan. Emas dan zirkon adalah melimpah di Kalimantan bagian selatan dan merupakan andalan utama wilayah ini pada saat ini.
Alkitab menyebutkan “bedolach” sebagai produk Kavilah. Kata Ibraninya adalah bedo?lach (?????), diduga berasal dari ba?dal (????) yang berarti “membagi” (dalam berbagai arti harfiah atau kiasan, “memisahkan”, “membedakan”, “berbeda”, “memilih”, dan lain-lain) atau dari kata asing. “Bedolach” adalah salah satu dari kata-kata dalam Alkitab yang maknanya tidak jelas. Menurut Septuaginta, adalah carbuncle (batu permata berwarna merah) atau kristal; menurut sumber lain, mutiara, atau sejenis karet. Yang terakhir adalah lebih mungkin, mengingat berbagai bentuk kata Yunani bdella (Βδε?λλα) dan bdellion (Βδε?λλιον), suatu resin karet-oleo semi-transparan.
Kalimantan bagian selatan terkenal sebagai penghasil getah karet alam yang dikenal dengan nama “jelutung” (Malaysia “jelutong”), disadap dari pohon dengan nama yang sama (Dyera spp) dan merupakan eksportir terbesar komoditas tersebut di dunia. Distribusi alaminya tersebar lokal di hutan tropis elevasi rendah yang hijau sepanjang tahun. Jenis pohon yang tumbuh di rawa-rawa (Dyera pollyphylla) merupakan bahan penting untuk membuat permen karet. Selain itu, getah “jelutung” merupakan bahan industri untuk perekat, pernis, ban balap,waterproofing dan isolasi.
Kawasan ini juga terkenal dengan pohon getah perca lokal dikenal dengan nama “nyatoh” atau “nyatu” (Palaquium spp). Habitatnya adalah di pesisir, dataran rendah dipterocarpaceaecampuran, rawa-rawa dan hutan pegunungan. Masyarakat Dayak di wilayah tersebut memanfaatkan getah “nyatu” sebagai bahan baku pembuatan kerajinan, dari jenis pohon “nyatu” yang hanya terdapat di wilayah ini.
Alkitab juga menyebutkan “batu permata”, sebagai produk Kavilah. Kata Ibraninya dalam Alkitab adalah sho?ham (????) dari akar kata yang tak terpakai mungkin berarti “memucat”; “permata” atau “batu berharga”.
Cerita mengenai Kalimantan sebagai sumber yang kaya akan batu permata telah mencapai ketenarannya di seluruh dunia. Kalimantan, seperti yang dikenal di masa lalu dan oleh Barat, memang merupakan sumber batu permata alami dan telah terdokumentasikan dengan baik dalam banyak literatur. Ametis atau nama lokalnya “kecubung”, permata berwarna ungu, secara khusus terdapat dan terkenal di Kalimantan bagian selatan. Suatu tempat dengan nama Martapura yang terletak di wilayah ini terkenal industri batu permatanya sejak dahulu kala. Zirkon – batu permata dengan warna-warna alami bervariasi antara tidak berwarna, kuning-emas, merah, coklat, biru, dan hijau – berlimpah terdapat di sepanjang endapan aluvial sungai pedalaman di Kalimantan bagian selatan dan barat, sebagai produk sampingan dari kegiatan pertambangan emas.
2. Gihon
Dalam Kejadian 2:13: “Dan nama sungai kedua adalah Gihon: sama bahwa berkelok-kelok melalui tanah Kush.”
Nama Ibrani untuk Gihon adalah g??ycho?n atau gicho?n (????? ??????) yang berarti “menyemprotkan”, bisa berasal dari akar primitif g??yach atau go?ach (??? ????) yang berarti “menyemburkan (air)”, “menyemprotkan”, “menyeretkan”, “menyampaikan” atau “memecahkan”. Bila diterapkan dalam alinemen sungai, ini bisa berarti bahwa sungai itu “terpecah banyak”, “terpisah banyak”, “terbagi banyak” atau “bercabang banyak”. Melihat geografi wilayah tersebut, Sungai Kapuas bercabang menjadi tiga anak sungai secara merata yang terlihat seperti semprotan.
Pada pertemuan anak-anak sungainya dan beberapa jarak kearah hilir, bagian sungai Kapuas berkelok-kelok. Kush bisa jadi ada disini dan merupakan tempat penting kedua setelah Kavilah.
3. Hiddekel
Dalam Kejadian 2:14: “Dan nama sungai ketiga adalah Hiddekel: mengalir di depan Asshur.”
Nama Ibrani untuk Hiddekel adalah chiddeqel (?????) yang berarti “cepat” atau “melesat”, mungkin berasal dari chad dékel (?????? ???) yang berarti “panah yang tajam dan cepat” (Keil dan Delitzsch), atau kata asing. Bila diterapkan dalam alinemen sungai, hal ini bisa berarti “lintasan panah yang cepat (melesat)”, “lintasan panjang dan langsung” atau hanya “panjang dan langsung” saja. Melihat geografi wilayah tersebut, Sungai Barito adalah panjang, langsung dan hampir lurus. Digunakan kata kerja “mengalir” dan bukan “berkelok-kelok” seperti dalam dua sungai lainnya, menyiratkan bahwa sungainya adalah langsung atau lurus.
Alkitab mengatakan bahwa sungai Hiddekel mengalir di depan Asshur. Kata Ibrani qidmâh(????) dapat berarti “di depan”, “menghadap” atau “di sebelah timur”. Jadi, selain “mengalir di depan Asshur” frase tersebut dapat pula diartikan sebagai “mengalir di sebelah timur Asshur”.
4. Perat
Dalam Kejadian 2:14: “Sungai keempat adalah Perat.”
Kata Ibrani untuk Perat adalah peraa?th (????) yang berarti “membelahkan”. Bila diterapkan dalam alinemen sungai, hal ini dapat berarti “menyimpang” atau “menyabang”. Melihat geografi wilayah tersebut, Sungai Negara merupakan cabang atau anak sungai dari Sungai Barito.
Alkitab mengurangi deskripsi sungai ini, tanpa penjelasan mengenai alinemennya atau nama tempat di dekatnya, dan menempatkan dalam urutan terakhir. Ini bisa berarti bahwa Perat adalah sungai yang paling tidak penting dibandingkan dengan tiga sungai lainnya di wilayah ini.
Perat umumnya dikaitkan dengan Sungai Efrat di Mesopotamia, cara orang Yunani mengucapkan kata Ibrani peraa?th, dimana suku kata pertamanya hanya membantu sehingga terbunyikan konsonan gandanya. Selain itu, Perat juga disamakan dengan Purattu di Siria dan Ufratu di Persia Kuno. Nama-nama yang mirip dengan ini dapat ditemukan di berbagai tempat. Suatu nama tidak dapat dibuktikan hanya dengan kemiripan dalam ucapannya, dan kadang-kadang tempatnya terpisah sangat jauh. Beberapa nama yang sama telah terdapat dalam sejarah di seluruh dunia. Ilmu geografi telah memberi banyak contoh pemindahan nama dari satu tempat ke tempat lain di sepanjang garis migrasi. Oleh karena, sangat mungkin terjadi bahwa suatu nama dapat dibawa oleh suku-suku yang melahirkannya atau yang dicintainya, menjadi nama yang sama di tempat barunya.
Banjir Nuh
Narasi Banjir Nuh terdapat dalam Kejadian 6 sampai 9. Narasi tersebut menunjukkan bahwa Tuhan menginginkan untuk mengembalikan bumi kedalam keadaan sebelum penciptaan dengan memberikan air bah sehingga membanjiri bumi, karena kejahatan kemanusiaan, dan kemudian membuatnya kembali menggunakan mikrokosmos bahtera Nuh. Nuh dalam bahasa Ibrani adalah nôakh (???), dari akar n-w-? (?????) atau n-? (???); dan bahasa Aram terucap nu?.
Sangat mungkin bahwa Nuh dan Manu, nama pahlawan banjir dalam tradisi India, adalah individu yang sama. Manu, seperti Nuh, dikatakan telah membangun sebuah bahtera di mana delapan orang yang diselamatkan. Manu dan Nuh adalah keduanya kakek moyang semua umat manusia pasca banjir. Kisah Banjir Nuh didalam Kejadian adalah cocok dengan mitos banjir Gilgamesh begitu dekatnya sehingga “sedikit diragukan bahwa kisah tersebut berasal dari Mesopotamia”.
Kata Manu terkait dengan Bahasa Jerman Mannus, pendiri bangsa Jerman Barat, yang disebutkan oleh sejarawan Romawi Tacitus dalam bukunya Germania. Mannus juga nama Lithuania untuk Nuh. Nama yang sama bahkan tercermin dalam Menes di Mesir (pendiri dinasti pertama Mesir) dan Minos (pendiri dan raja pertama Kreta). Minos juga disebutkan dalam mitologi Yunani sebagai anak Zeus dan penguasa laut. Anu terdapat di Sumeria sebagai dewa cakrawala, dan pelangi disebutnya juga “busur besar Anu”, yang tampaknya acuan yang jelas untuk Nuh. Dalam mitologi Mesir, Nu adalah dewa perairan yang mengirim genangan untuk menghancurkan umat manusia. Dalam cerita rakyat Kalimantan bagian selatan, Maharaja Banu adalah manusia pertama yang mendiami wilayah tersebut.
Bahasa Sansekerta manusa, Bahasa Indonesia manusia, Bahasa Swedia manniska, Bahasa kuno Jerman Timur manna dan Bahasa Inggris man adalah berhubungan erat, yang berarti “manusia”. Suku asli Jepang disebut Ainu, kata yang juga berarti “manusia”.
Dalam bahasa Sioux, terdapat kata minne, yang berarti “air”. Dalam bahasa Assiniboine,minnetoba berarti “padang rumput berair”. Namun, kata ini mungkin juga telah berasal dari bahasa Cree dan Ojibiva-Saulteaux, yang berarti “tempat Roh Agung”. Manitou ("Roh Agung") adalah dewa tertinggi di Algonquins. Nama Managua, ibukota Nikaragua, berasal dari Bahasa Nahuatl managuac, yang berarti “dikelilingi oleh kolam”. Bahasa Kawi banu dan Bahasa Dayak Barito banyu berarti “air”. Ada Ino, Dewi Laut dalam mitologi Yunani, dan kata Yunani naiade, yang berarti “peri sungai”. Selanjutnya, Baruna atau Waruna di kepulauan Indonesia yang diberi julukan Dewa Air, adalah penguasa lautan dan samudera – yang kemudian dianggap sebagai manifestasi dari Brahma dalam mitologi dharma.
Bahasa Sansekerta untuk “kapal” adalah nau. Akar kata ini telah dikembangkan bahkan dalam bahasa Inggris menjadi kata-kata seperti “navy”, “nautical”, “nausea”, dan sebagainya. Dalam mitologi Norwegia, Njord adalah Dewa Kapal, hidup di Noatun, pelabuhan kapal. Dalam bahasa ini, suku kata “noa” berkaitan dengan Islandia atau, yang berarti “kapal”.
Dengan demikian, Nuh dan banjir besarnya tidak hanya diingat dalam tradisi kuno semua bangsa, tetapi namanya juga menjadi bagian dan dengan beragam cara terkandung dalam bahasa keturunannya. Runtutannya adalah tidak terlalu terlihat dan sering hampir hilang, sehingga kadang dikaitkan secara spekulatif dan mungkin dapat salah, tetapi korelasinya terlalu banyak untuk dikatakan hanya kebetulan, sehingga merupakan bukti sejarah banjir yang pernah terjadi di seluruh dunia.
Cerita rakyat setempat di Kalimantan bagian selatan menceritakan sebuah kisah yang menyerupai kisah Nuh. Dalam Panaturan, cerita rakyat suci Dayak Ngaju yang mendiami wilayah Kalimantan bagian selatan, manusia pertama yang turun ke dunia ini bernama Maharaja Bunu. Pada awalnya ia tinggal di sebuah dunia atas di Lewu Nindan Tarung dengan kembar tiganya yaitu Maharaja Sangiang dan Maharaja Sangen. Kembar tiga tersebut adalah anak-anak Manyamei Tunggul Garing Janjahunan Laut dan istrinya Kameloh Putak Bulau Janjulen Karangan, manusia pertama yang diciptakan oleh Ranying Mahatala Langit, Dewa tertinggi. Maharaja Bunu diturunkan ke Pantai Danum Kalunen (dunia ini) dengan menggunakan sebuah kapal yaitu Palangka Bulau Lambayung Nyahu atau disingkat Palangka, di Bukit Samatuan, dari mana kemudian keturunannya tersebar untuk mengisi seluruh bumi. Menurut Panaturan, bukit tersebut terletak antara Kahayan Rotot dan Kahayan Katining. Palangka diisi penuh dengan perlengkapan keperluan hidup, seperti alat pertanian dan berburu, alat membuat senjata, benih padi, bibit buah-buahan dan tanaman, serta bibit ternak. Palangka menjadi asal nama kota Palangkaraya yang sekarang adalah ibukota Provinsi Kalimantan Tengah.
Sebuah dataran yang luas mendominasi topografi wilayah Kalimantan bagian selatan yang datar, halus dan rata. Kemiringan permukaan tanahnya sebagian besar kurang dari 1% menurun ke selatan menuju Laut Jawa dan hampir tidak ada gundukan terlihat pada seluruh dataran. Daerah dataran terletak di daerah hutan hujan tropis, memiliki tingkat curah hujan yang tinggi sepanjang tahun, memiliki suhu hangat sepanjang tahun, sebagian besar rawa dan memiliki banyak sungai besar dan anak sungai sehingga daerahnya subur dan kaya akan sumber makanan dan kebutuhan sehari-hari.
Beberapa sungai mengalir pada dataran tersebut; Sungai-sungai Barito, Kapuas, Murung, Kahayan dan Sebangau adalah diantaranya. Rezim sungai ini pasti telah berubah selama ribuan tahun terakhir karena proses banjir, sedimentasi, gerakan sungai dan pembelokan di dataran yang sangat datar. Pertukaran aliran dan urutan diantara sungai-sungai juga mungkin terjadi. Banyak saluran melintang yang menghubungkan satu sungai dengan yang lainnya di wilayah tersebut, beberapa dibangun atau direhabilitasi dalam masa-masa belakangan. Bagian ini dikenal secara lokal sebagai “anjir”, sebuah kanal yang menghubungkan dua sungai sebagai bagian dari jaringan transportasi. Kanal tersebut juga digunakan sebagai saluran induk irigasi rawa pasang surut yang memasok air ke dan menguras dari lahan yang ditanami.
Dataran ini berada pada elevasi dari 0 sampai sekitar 40 meter di atas permukaan air laut rata-rata. Karena berada pada dataran yang datar dan rendah, pengaruh pasang surut air laut dapat mencapai sejauh 160 kilometer dari pantai.
Dalam Kejadian 7:12: “Hujan turun di atas tanah selama empat puluh hari dan empat puluh malam.”
Dalam Kejadian 7:12-20: “Banjir itu diatas tanah empat puluh hari, dan air pasang dan mengangkat bahtera itu, sehingga naik dari atas tanah. Air sangat meluas dan tinggi diatastanah, dan bahtera mengapung di permukaan air. Air sangat meluas di tanah, dan semua gunung tinggi yang berada di bawah langit terendam. Air meluas keatas dan bukit-bukit terendam sedalam lima belas hasta.” 15 hasta adalah kira-kira 23 kaki atau 6,8 meter.
Pulau Kalimantan merupakan salah satu daerah di Bumi yang memiliki curah hujan tertinggi selama setahun. Studi probabilistik curah hujan di wilayah Kalimantan selatan menunjukkan dapat mencapai setinggi 500 milimeter per hari untuk periode ulang 100 tahun dan bahkan lebih tinggi di daerah pegunungan. Daerah tangkapan hujannya adalah berbentuk seperti bola lampu dimana daerah hulu pegunungan lebih luas – dengan curah hujan tertinggi – dan bagian hilir, di daerah dataran, lebih sempit. Oleh karena itu, risiko banjir bencana di dataran ini sangat tinggi, diperburuk oleh bentuk tangkapannya, distribusi curah hujannya, intensitas curah hujannya; dataran yang rata, datar, halus dan rendah; dan jangkauan pasang air laut yang jauh. Semua orang bisa membayangkan betapa luar biasanya banjir dalam Alkitab dari hujan 40 hari dan 40 malam di wilayah ini. Banjir Nuh mungkin telah terjadi di sini.
Dikarenakan tingginya tingkat risiko banjir di wilayah ini, adalah mungkin bahwa banjir tersebut telah beberapa kali terulang selama ribuan tahun terakhir. Peradaban yang tumbuh kembali setelah banjir akan tersapu kembali pada banjir berikutnya, alamnya menjadi kembali ke semula dan manusia yang selamat menyebar ke bagian-bagian lain dunia.
Catatan Akhir
Taman Eden dan Atlantis adalah kenangan-kenangan yang diingat oleh bangsa Mesopotamia dan Mesir tentang tanah asal peradaban pertama mereka, sebelum penyebaran populasi yang disebabkan oleh bencana dan kenaikan cepat permukaan laut sewaktu Zaman Es masa Pleistosen. Mesopotamia dan Mesir adalah peradaban-peradaban tertua setelah Zaman Es yang telah memiliki tradisi menulis. Peradaban lain terus mengingat kenangan mereka melalui mitos dan legenda yang secara kolektif memiliki cerita-cerita yang sama walaupun melintasi jarak dan waktu di seluruh dunia.
***
Hak Cipta © 2015, Dhani Irwanto
Posting Komentar