Kamis, 07 April 2016

INA KEWA; Cerpen Frank Lamanepa


"Bagaimana mungkin mencintai itu engkau sebut sebagai Pekerjaan?"
Hening. Tak ada suara lain mengelak.
"Lalu, rentetan ini: Kerja, Karya, dan Politik, engkau namakan apa? Hal sesederhana ini, jelas terlalu mudah buatmu membedakan keduanya. Bahkan bisa jadi, jika aku memberikan waktu, dan engkaupun berkeinginan, perbedaan itu dengan mudah akan kau ulas jadi satu bab".
Pria itu masih tak bersuara. Masih mematung. Matanya tetap tertuju pada deretan konsep di atas meja kerjanya. Sesekali ia melirik pemilik suara itu yang berdiri tepat di depannya. Berjarak tak lebih 5 cm dari meja kerja.
Pria itu begitu tenang. Kerutan-kerutan halus sesekali tercetak di dahinya. Lalu, diikuti gerakan lembut bola matanya. Ekspresi ini selalu berulang beberapa saat. Sepertinya ia sedang berada dalam dunia berbeda. Tidak di tempat ini.
"Shamon... Aku sedang bicara denganmu..."
Pria itu bergeming. Ia makin tenggelam dalam ekspresi berulang seperti sebelumnya. Sunyi sekali.
"Shamon..! Engkau tahu, aku bukan Orang-orangan Sawah; dan engkau bukanlah tawanan hasratmu sendiri. Tidak! Aku juga bukan seonggok Jagung dalam ruangan kosong; engkau juga bukan seorang Swami yang sedang jalani tapa 9 bulan dan esok akan purna! Bukan Shamon!"
"Aku lagi-lagi tidak ingin nikmati secangkir Teh seorang diri di Gurun Sahara seperti impian si legenda Sting. Tidak! Aku hanya ingin bicara sekaligus ditanggapi olehmu. Hanya itu. Kumohon tanggapilah aku...."
Luar biasa pria itu. Sudah begitu banyak ocehan menderu dalam 39 menit berlalu, namun kekuatan membatunya sangat sempurna. Ia malah mulai membalik-balik beberapa helai kertas berisi konsep itu. Benteng yang ia bangun, sungguh kokoh.
Ragil, gadis muda itu nampak kehilangan kendali diri. Ia terlihat makin gusar. Peluh mulai meleleh di dahinya. Tentu tak lama lagi bendungan itu akan jebol. Tak lama lagi.
"Hahahahahaha......."
Suara tawa Ragil terdengar meninggi. Tak berapa lama, lenguh lembutnya
menyembul iringi air mata menetes.
"Mungkin inilah saatnya engkau akui kebenaran ucapan kakek Fromm, Shamon. Masochist. Perempuan menyenangi disakiti! Tapi kukatakan padamu, jika itu kebenaranmu, maka engkau keliru maknai situasi bathinku saat ini!"
Ragil mengusap pelan aliran air mata yang masuk di ujung mulut kanannya. Hanya itu. Yang lainnya, ia biarkan saja mengalir sekehendak air mata itu.
"Namun, aku ingin katakan padamu... Biarlah saat ini, ketakberdayaan periodikku ini, menjadi penanda akan kejeniusan Kekekalan Energi. Bahwa energi takkan pernah musnah; ia hanya berubah bentuk. Energi yang kuhamburkan sia-sia hari ini, tidak akan mati. Ia akan beralihrupa dan kelak, di saat yang tepat, ia akan datang menagih janji".
Kalimatnya terhenti. Isak yang dibendungnya kembali menyembul. Pria itu mendadak memandangnya dengan kilatan mata bermakna ganda.
"Ya, Shamon. Dan ketika ia datang menagih janji itu, akan digenapilah apa yang oleh kamu dan para ahli physikoanalisis menyebutnya sebagai SadoMasochistis. Kelembutan, ketakberdayaan dan air mata wanita, akan jadi senjata pamungkas, mencerai-beraikan pria setangguh apapun hingga terkapar dan menggelepar." Redup sorot mata Ragil tiba-tiba menajam.
"Hahahahahahaha..... Dan ketika itu tiba, pintaku padamu, Shamon, jangan engkau ingat ketakberdayaan dan sosok aku. Aku telah hilang dalam ingatanmu detik ini juga! Hahahaha.."
"Plok... plok ... plok.....". Suara tepuk tangan tiba-tiba membahana.
"Cukup! Cukup.... Kualitas ekspresi dan penjiwaanmu, sangat menggagumkan Ina Kewa. Saya puas lihat kemajuanmu di latihan hari ini," kata lelaki separuh baya bertopi baret putih, sambil mendekati Ina Kewa yang tengah usap sisa air mata dengan 3 lembar tissue.
"Ah abang.. Jikapun itu benar, tentu berkat kepiawaian abang sebagai sutradara sekaligus penulis naskah Monolog ini; yang tak bosan dan sabar membimbing Ina", terang Ina Kewa sambil melepas senyum indah.
"Hahahahaha.... sudahlah. Hari ini cukup. Dan sebelum aku antar pulang, aku ingin ajak kamu saksikan pentas teater di TIM. 'Satria, Putri, dan Bintang Jatuh' persembahan dari Bengkel Teater," ujar lelaki itu seraya menggandeng jemari Ina Kewa. 


Selasa, 24 Maret 2015
Share this article now on :

Posting Komentar