Selasa, 05 April 2016

SAAT PISAU CUKUR OCKHAM MEMBEDAH

#CERPEN

Situasi kontemplasi yang dibangunnya, memasuki menit ke-19. Buku itu sudah ia letakan di meja 5 menit lalu. Masih dengan mata terpejam, lelaki itu teguk kopi terakhir, tapi berharap menemukan benang merah endapan argumentasi dengan narasi yang telah dibacanya. Nalarnya buntu. Dentang 11 kali Jam Dinding telah disaut kokok ayam jago. Malam tak lama lagi puncak.
Serotonin¹ di tubuhnya menipis. Terutama di saraf pusat dan trombosit. Ia seperti mendengar jeritan dehidrasi serotonin dari jaringan ususnya. Ia cukup tahu, sekitar 80% total serotonin dalam tubuh manusia terdapat pada Sel Enterochromaffin (ECL)² di usus yang digunakan untuk mengatur gerakan usus. Ia butuh asupan percepat kadar “hormon bahagia” itu.
Terutama ia sangat yakin, muatan 20% serotonin yang disintesis dalam Neuron serotonergik pada sistem saraf pusatnya (SSP), menipis akut termakan situasi pergulatan berdurasi 33 menit itu. Perlu asupan prioritas pada SSP-nya. Ia teringat nicotin. Persetan dengan resolusi awal tahun. Ia butuh rokok, dan itu saat ini. Meski quota 7 rokok perhari telah habis.
Sebelumnya, 89 menit yang lalu, Pati Sina bersyukur, masih tetap setia vegetarian selama 9 bulan di makan malamnya. Selepas santap, ritual rutinpun berlaku. Mengopi, merokok sambil membaca. Paling kurang 3 batang rokok selalu temani segelas kopi. Prosesi pasca santap, tak kenal waktu. Siang atau malam pasti berlaku. Ia anggap sebagai ritual suci.
Dan rokok terakhirpun ia matikan di asbak. Dalam ceruk berbentuk Carapace3 penyu itu, tergeletak acak 7 puntung. Tak ada abu rokok berserakan di meja. Di samping asbak, hanya ada cairan kopi ¼ gelas, pemantik, dan kotak rokok tanpa isi. Di genggaman tangan kiri, buku berjudul "Peradaban Tersembunyi Lamaholot4".
Ibu jari tangan kirinya membatasi halaman 98 dan 99. Ada deskripsi menarik di sana. Tentang kesatuan teritori yang mesti dihimpun di masa awal Lamaholot. Tentang perutusan untuk menjaga wilayah Lamaholot tetap sebagai kekerabatan. Tentang asal usul peradaban Lamaholot. Dan tentang garis darah pewaris Lamaholot sesungguhnya; nama-nama suku asli.
Pati Sina membaca berulang kedua halaman itu. Sejak rokok terakhir dimatikan, sudah 5 kali ia mengulang. Pati belum berniat membuka halaman 100. Meskipun mungkin peluang mendapatkan kejelasan mengenainya, demikian rasional ada di halaman berikut. Pati abaikan. Ibu jarinya masih betah di situ. Malah kini matanya dipejam. Tak lagi ia baca untuk ke-6 kali.
Narasi kedua halaman itu membentur begitu keras argumentasi yang telah diendapnya bertahun-tahun. Argumentasi yang ia tanam lantaran hasil kajian pribadi: telaah perbandingan refferensi sejenis, termasuk warisan tutur yang diterimanya secara khusus oleh empunya hak tutur-turunan; secara selektif penuh penyaringan metodologis.
Kini, 95 menit telah berlalu seusai santap malam. Kelopak matanya ia buka pelan. Ia memutuskan menyulut lagi sebatang rokok yang ia ambil dari kotak persediaan. Pati tau dan mau melanggar resolusi awal tahunnya.Tak ada cara lain. Ia harus penuhi kembali stock serotonin di otaknya.
Meski ia tahu cara termudah dengan konsumsi Seafood atau coklat yang mengandung phenylethylamine sekaligus meransang terbentuknya Dopamin5. Tapi, ia butuh dua hormon bahagia itu sekaligus. Seafood ia abaikan. Bukan menu kaum vegetarian. Tepat! Solusi paling cantik, rokok dan coklat; bukan kopi. Kopi justru menguras serotonin.
Rokok ia sedot perlahan tapi dalam, dengan mata terpejam. Pati berusaha mengikuti aliran asap ketika meninggalkan ujung filter, menerpa pelan gusi, gigi, langit-langit mulutnya hingga tenggorokan, lalu tiba-tiba berbalik arah dihembus cepat, keluar melalui mulut lalu hidung. Ketenangan perlahan tiba. Seperti sejuk membelai lembut tubuh di terik siang.
Coklat berbentuk bola dibungkus kertas perak warna emas berdiameter 3 cm itu, ia santap. Gigitan pertama, timbulkan bunyi renyah. Ketika potongan coklat itu didorong lidah menuju penetrasi gigi graham, Pati merasa cairan kental manis membanjiri celah-celah graham dan lidah bagian belakang. Dari Grandula parotis6, sub-mandibularis7, dan sub-lingualis8 mengalirkan air liur turut membantu melumat dan mengikat cairan kental itu. Dibiarkannya sekitar 9 detik merasakan sensasinya, sebelum gerakan pangkal lidah mendorong ke kerongkongan.
Begitu proses ini terulang di 5 kali, dan Pati bilas dengan air putih sebanyak 250 ml, ketenangan dan konsentrasi pelan memuncak. Diambilnya kembali buku itu tepat di halaman 99. Tanpa ragu, jari tengah tangan kanannya membalik lembar itu. Halaman 100 terpampang. Matanya perlahan merangkak kata demi kata. Kalimat hingga paragraf ia lalui. Dan ketika angka dibagian tengah bawah lembaran itu menunjuk di 109, bibir Pati Sina serta merta membentuk senyum kecil puas.
Benang merah pergulatan antara narasi dengan argumentasi terkuak, sederhana tapi sunyi menenangkan. Diambilnya Pena dan secarik kertas putih polos. Lalu tinta di ujung pena itu meninggalkan jejak berbentuk abjad dalam satu kalimat; sebagai konklusi singkat.
“Jika sulit menemukan kebenaran, cobalah merubah cara pandangmu terhadap fenomena itu”. Dan karena itu Pati Sina teringat “Teori Pisau Cukur Ockham9”, lalu menulisnya pada bagian paling bawah sebagai keynotes. Ia potong kertas itu, melipat dan menyimpannya dalam dompet.
Pati legah. Malam ini berhasil menentramkannya sekali lagi sebelum kantuk memeluknya pada bantal dan kasur. Didekatinya pembaringan. Begitu ia ingin hempaskan tubuh di springbed berukuran nomor 1 (satu), Androidnya membunyikan nada khas. Pati tau betul bunyi itu adalah nada sambung milik seorang gadis istimewa. Yang kini sedang belajar di negeri Paman Sam. Sempurna!
“Selamat pagi Ina Peni”, Pati membalas sapaan gadis di ujung telepon.
“Abang sudah selesaikan naskah itu?”
“Mengapa begitu cepat kebetulan itu terjadi? Baru saja aku .." 
“Jadi sudah selesai abang rampungkan semuanya?” Suara itu penuh gembira menyeruak.
“Sebut saja aku telah temukan kebuntuannya. Tinggal saja aku sinkronkan,
 Pen”
“Oh..Puji Tuhan.. Peni sangat legah mendengarnya. Makasih banyak.. Tapi tolong prioritaskan ya bang.. deadlinenya 3 hari lagi lho..”

“A
bang butuh 2 hari untuk perbaiki semuanya..”
“Peni percaya itu..”
“Sudah semestinya bukan? Dengannya memperpendek waktu dan melipat jarak”
“Ya abang. Dan itu 9 hari lagi, kita bersama
 merayakan senja di Pulau Pasir.”
“Tuhan dan leluhur menuntunmu, Peni.”***

Frank Lamanepa
Larantuka; 12 Januar
i 2016; 21:59 Wita


Keterangan:
¹] Serotonin (/ ˌsɛrɵtoʊnɨn /, / ˌsɪr- /) atau 5-hydroxytryptamine (5-HT) adalah neurotransmitter monoamine. Biokimia yang berasal dari triptofan, serotonin terutama ditemukan dalam saluran pencernaan [GI saluran], trombosit darah, dan sistem saraf pusat [SSP] dari hewan, termasuk manusia. Hal ini populer diduga menjadi kontributor untuk perasaan kesejahteraan dan kebahagiaan. Tetapi bukan merupakan hormon.
²] Enterochromaffin - seperti sel atau sel ECL adalah jenis sel neuroendokrin ditemukan di kelenjar lambung dari mukosa lambung bawah epitel , khususnya di sekitar sel-sel parietal, yang membantu dalam produksi asam lambung melalui pelepasan histamin. Juga dianggap jenis sel enteroendokrin.
3] Carapace adalah batok atas atau pungung keras penyu.
4] Lamaholot adalah nama kesatuan wilayah adat yang kini terdiri dari wilayah Flores Timur, Lembata, dan bagian utara Alor; juga dikenakan untuk nama bahasa wilayah ini.
5] Dopamin adalah Hormon yang berada di otak dan berproduksi secara alami. Sama seperti serotonin, Dopamin, merupakan pemicu atau penyebab rasa nyaman dan kebahagiaan. Jumlahnya meningkat seiring seseorang tidur nyenyak, berolahraga, atau pun sedang melakukan seks. Maka, tidak heran jika seseorang melakukan kegiatan tersebut seringkali mendapatkan rasa tenang dan nyaman. Produksi serotinin maupun dopamin bisa didongkrak pula dengan mengonsumsi makanan tertentu seperti mengonsumsi seafood.
6] Kelenjar ludah di dekat telinga dan memproduksi ludah berbentuk cair yang disebut Serosa.
7] Kelenjar ludah berada di rahang bawah dan memproduksi ludah berbentuk air dan lendir yang disebut seromucus.
8] Kelenjar ludah berada di bawah lidah yang memproduksi ludah yang sama dengan sub-mandibularis.
9] Dicetuskan oleh William dari Ockham (1285-1347), seorang biarawan dari Ordo Fransiskan. Pisau Cukur Ockham berbunyi demikian: “Pluralitas non est ponenda sine necessitate”. Secara sederhana Pisau Ockham mengatakan, “keragaman seharusnya tidak diangkat/dikemukakan jika tidak diperlukan”. Dalam konteks masa kini, dapat bermakna: “jangan membuat hal yang tidak perlu untuk menjelaskan sesuatu.”
Share this article now on :

Posting Komentar