Sabtu, 17 Juni 2017

KEWENANGAN MEMBAKAR KAPAL

Sambutan Wabup Flotim Agustinus P. Boli dalam.Semiloka di Desa Bubu Atagamu Solsel. Foto; PosKupang.com/Felix Janggu

Setelah membaca liputan wartawan Pos Kupang, Felix Janggu yang dimuat dalam poskupang.com berjudul “Agus Boli Nyatakan Pemda Flotim Akan Bakar Kapal Pengebom Ikan” edisi Selasa, 13 Juni 2017 pukul 17:20, saya anggap sebuah terobosan luar biasa tentang keberanian Pemda Flotim untuk menjamin kelestarian sumber daya laut Lamaholot.

Betapa tidak? Tak perlu lagi mengkaji bagaimana dampak kerusakan yang ditimbulkan oleh aktivitas penangkapan ikan dengan cara bom. Fakta telah menunjukkan bahwa terumbu karang di kawasan perairan Flotim rusak parah ketimbang perairan Alor.

Ini dibuktikan dengan telah dua [2] kali Ekspedisi Pemantauan Terumbu Karang untuk Evaluasi Dampak di Alor dan Flotim. Tim ini merupakan gabungan dari World Wide Fund for Nature [WWF], Wildlife Conservation Society [WCS] Indonesia, Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Alor dan Kab. Flotim.

Ekspedisi dengan menggunakan KLM [Kapal Layar Motor] FRS [Floating Ranger Station] Menami, edisi pertama terjadi pada tahun 2014 bermula tanggal 13 Maret hingga 02 April 2014 dengan total 75 titik dan yang kedua dari tanggal 23 Maret - 6 April 2017 sebanyak 73 titik.

Yang tak kalah penting bahwa perairan Lamaholot sudah ditetapkan pemerintah pusat sebagai Kawasan Konservasi Perairan Daerah [KKPD] sebagai penyanggah Kawasan Perairan Nasional [Laut] Sawu. Maka konsekuensi upaya menjaga kawasan ini adalah keharusan.

Membakar Kapal

Berdasarkan hasil ekspedisi di atas [yang pertama] bahwa dari total 75 titik survey hanya 10 titik yang masih baik, dan di perairan Flotim hanya ditemukan 400 individu ikan yang semestinya sejumlah 1000 individu. Sangat memprihatinkan!

Kondisi keprihatinan parah ini bisa jadi diterjemahkan oleh Wabup Agus Boli dengan konsep “Pemda Membakar Kapal” meskipun belum ada payung hukum yang jadi pangkuannya ketika mendapat kesempatan berbicara dalam forum yang relevan.

Sebagai pemimpin politik yang baru saja dilantik dan baru menjalani kepemimpinannya dalam hitungan kurang dari sebulan, tentu saja dihadapkan pada harapan [tekanan] masyarakat yang teramat besar tentang sepak terjangnya mengurai berbagai persoalan. Apalagi sejalan dengan misi kampanye “Selamatkan [Sumber Daya] Laut”.

Maka tak ayal, kita mengetahui Wabup Agus Boli memberikan pernyataan [mengutip Pos Kupang]: "Kita tangkap orangnya, bakar kapalnya. Ketika ada putusan resmi bersalah dari pengadilan, kita bakar kapalnya.” Tidak hanya sampai di situ saja, masih lanjut dikatakannya, bukan hanya kapal pengebom ikan, kapal-kapal yang menampung ikan-ikan hasil pengeboman juga akan dibakar.

Objek dari pernyataan Wabup Flotim ini sangat jelas. Membakar kapal! Baik kapal pengebom termasuk kapal penampung hasil pemboman. Dari mana dasar pernyataan demikian? Adakah regulasinya ataukah telah ada semacam RANPERDA yang tengah disiapkan mengingat wabup ini sebelumnya adalah Ketua BALEG DPRD Flotim.

Pernyataan Wabup Flotim Agustinus Payong Boli itu disampaikan saat membuka Seminar dan Lokakarya [Semiloka] tentang Keanekaragaman Hayati di Laut Solor Selatan  di Aula Kantor Desa Bubu Atagamu, Selasa [13/06].

Forumnya memang sungguh tepat. Mengingat pengeboman ikan masih terus terjadi di wilayah perairan Flotim sekaligus dapat dimaknai sebagai political will dan good will bagi anggapan masih lambannya penanganan kasus tersebut. Sebuah hembusan angin segar di awal kepemimpinan.

Bagi saya, pernyataan itu sebuah amaran yang patut. Tetapi bagi seorang pemimpin wilayah [Bupati/Wabup] saya kira sangat tidak tepat. Sebuah blunder. Mungkin sangat pass jika disampaikan oleh seorang politisi atau pegiat lingkungan hidup.

Apa pasalnya? Sebelum melihat ketersedianya produk-produk hukum yang jadi dasarnya, saya ingin ajukan asumsi mendasar karena pernyataan itu disampaikan pada saat sambutan maka problem pokoknya terletak pada teks sambutan wabup “yang bermasalah”.

Asumsi pertama, tim penyusun sambutan wabup tidak kredibel atau tidak paham terkait materi yang disampaikan. Sebagaimana sesuai dengan protap penyusunan sambutan bupati/wabup bahwa semua sambutan kedua sosok itu harus disiapkan oleh tim di bawah kendali KabagPem Setda.

Dengan alur, penyusunan itu wajib didasarkan pada TOR Kegiatan yang diberikan penyelenggara dan sudah pasti dengan pertimbangan semua produk hukum yang terkait, baik lokal, regional, maupun nasional.  Untuk menghindari pernyataan yang tidak semestinya oleh pimpinan wilayah termasuk soal tugas dan kewenangan.

Kedua, bisa jadi pernyataan soal membakar kapal itu keluar dari teks sambutan yang telah disiapkan. Artinya, karena berdasarkan fakta telah rusaknya trumbu karang dan maraknya pengeboman ikan di wilayah Flotim, membuat wabup sangat geram lalu kegeraman itu dinyatakan dengan upaya antisipatif dengan melontarkan pernyataan membakar kapal yang tidak ada dalam teks sambutan.

Kewenangan Membakar
Judul tulisan Pos Kupang itu memang sangat jelas menyatakan Pemda Flotim seolah-olah memiliki hak untuk membakar kapal yang melakukan pemboman ikan [jika terbukti sesuai pengadilan]. Apakah benar demikian?

Sebagaimnan diketahui hingga saat ini, belum ada Perda Kab. Flotim yang menjamin pernyataan wabup Flotim tersebut. Lalu tarolah bahwa justru pernyataan wabup itulah sebagai dasar dan daya lecut bagi Pemda Flotim untuk segera berfikir menyiapkan Perda dimaksud agar pernyataan itu tidak sekadar lipservice semata.

Tapi apakah Pemda Kabupaten memiliki kewenangan sesuai dengan peraturan perundangan untuk memastikan tindakan pembakaran kapal tersebut diakomodir dalam perangkat peraturan daerah?

Mari kita telusuri. Berdasarkan UU Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, terkait pengawasan perikanan adalah kewenangan Pengawas Perikanan [pasal 66]. Yang bertugas untuk mengawasi Tertib Pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Perikanan. Dua diantaranya: pertama, Kegiatan penangkapan ikan, dan; kedua, pencemaran akibat perbuatan manusia.

Siapakah Pengawas Perikanan? Bukan Bupati atau Wabup atau Pemda. Pengawas Perikanan adalah PNS yang ditunjuk oleh Menteri Perikanan atau lembaga sederajat. Bahwa berdasarkan Pasal 69 (4) UU ini sudah sangat jelas kewenangan siapa hal membakar kapal, sebagaimana berbunyi:

“Dalam melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) penyidik dan/atau pengawas perikanan dapat melakukan tindakan khusus berupa pembakaran dan/atau penenggelaman kapal perikanan yang berbendera asing berdasarkan bukti permulaan yang cukup.”

Kata kuncinya adalah kewenangan Pengawas Perikanan dan berlaku pada kapal perikanan asing [saja]. Kapal ikan lokal sepertinya karena tidak diatur, bisa saja menjadi bagiannya pemerintah daerah atau bisa saja pemda menetapkan sendiri Pengawas Perikanan Daerah? Mungkin ini asumsi motif dari pernyataan wabup tersebut. Tetapi bisakah demikian?

Berdasarkan pasal 65 aturan di atas, memang Pemerintah [pusat] dapat memberikan tugas kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan urusan tugas pembantuan di bidang perikanan. Tetapi urusan Pengawas Perikanan diatur lebih rinci berdasarkan Peraturan Menteri [Pasal 66A (4)] bukan oleh Perda atau oleh Perbup.

Lalu terkait dengan pasal 65 [tugas pembantuan] di bidang perikanan, tidak lantas serta merta dimaknai dengan boleh membuat Perda “membakar kapal”. Tentu mesti juga berdasarkan aturan perundangan yang berlaku. Harus ada payung hukumnya. Karena ini menyangkut kewenangan.

Sangat jelas hal ini diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang PEMERINTAHAN DAERAH. Dalam lampirannya berjudul “Pembagian Urusan Pemerintahan Konkuren Antara Pemerintah Pusat dan Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota”,  telah tegas dipastikan dimana kewenangan Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota.

Dalam Romawi [satu] I tentang Matriks Pembagian Urusan Pemerintahan huruf ‘Y’ mengenai “Pembagian Urusan Bidang Kelautan dan Perikanan”, hanya ada dua [2] Sub Urusan yang jadi kewenangan Pemda Kab/Kota. Yaitu Perikanan Tangkap dan Perikanan Budidaya. Hanya itu. Yang lainnya menjadi urusan Pusat dan Provinsi.

Lalu apakah urusan penenggelaman kapal/pembakaran kapal masuk dalam dua sub urusan di atas? Sayangnya Perikanan Tangkap hanya meliputi: a. Pemberdayaan nelayan kecil dalam Daerah kabupaten/kota, dan; b. Pengelolaan dan penyelenggaraan Tempat Pelelangan Ikan [TPI].

Sementara terkait sub urusan Perikanan Budidaya, hanya teridiri dari: a. Penerbitan IUP di bidang pembudidayaan ikan yang usahanya dalam 1 (satu) Daerah kabupaten/kota; b. Pemberdayaan usaha kecil pembudidayaan ikan, dan; c. Pengelolaan pembudidayaan ikan.

Untuk sub urusan Pengolahan dan Pemasaran, serta Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan menjadi kewenangan provinsi dan pusat. Apalagi urusan penenggelaman dan/atau pembakaran sudah sangat jelas bukan urusan pemda kab/kota.

Lalu mengapa Wabup Agus Boli “berani” menyatakan bahwa Pemda Flotim akan membakar kapal pengebom ikan? Saya kira memahami kewenangan dan tahu batas-batasnya adalah mutlak. Bermodal semangat saja tidak cukup bagi penyelenggara pemerintahan. Semoga kita semua mengambil peran demi kemajuan Flotim tanpa melanggar kewenangan masing².※※※

©francislamanepa | 17062017 | Larantuka | Lamaholot |
Share this article now on :

Posting Komentar