Rabu, 18 Desember 2013

Masa Transisi Mitra Tiara

Foto by Kico; Jepretan 07 Mei 2012
Sejak dibentuknya OJK -dan peraturan tentangnya- dan UU No. 1 Tahun 2013 tentang LKM (Lembaga Keuangan Mikro), justru malah menyelamatkan eksistensi Mitra Tiara sebagai Lembaga Kredit Finansial. Inipun tergantung pada managemen MT untuk mau mendaftarkan MT kepada OJK. Batasan waktunya minimal hingga akhir Desember 2013. Hal inilah yang sebabkan 30 September lalu, Managemen MT mengeluarkan penguman terkait pembatasan pengambilan bunga dan Pokok terhitung 01 Octo - 31 Desemb 2013; akan kembali normal Januari 2014. Masa Transisi inilah menjadi penentu eksistensi MT.

Ketika terdaftar di OJK, sekalipun mampu selamatkan eksistensi institusi MT, dengan terlibatnya pemda dalam hal pembinaan, pendampingan, bahkan penyertaan modal dan pembentukan Lembaga Penjamin Simpanan, memang sepintas investasi nasabah seolah-olah terjamin dan aman. Namun justru disitulah titik rawan terhadap investor (nasabah) yang bertujuan mendapatkan bunga fantastik. Dan memang itulah alasan dan motif utama.

Ada banyak konsekuensi legal yang kemudian menjadikan MT harus merubah total seluruh mekanisme dan managemen. Mulai dari bentuk, status, cakupan wilayah, bahkan besaran bunga simpanan bulanan. MT kemudian tidak lagi menjadi primadona dan kehilangan daya tarik utama dengan besaran bunga 10% itu. MT tak ubahnya seperti CU, Koperasi SP, Bank, dan LKM lainnya. Sepi peminat, harus mengeluarkan biaya sosialisasi dan promosi yang tidak sedikit (jika ingin tetap diminati) seperti lembaga sejenis yang bertebaran di Flotim. Tidak seperti saat-saat sebelum ini, managemen hanya berdiam di kantor, nasabah berbondong-bondong invest saban hari tergiur bunga tinggi.

Pasalnya, MT tidak lagi berstatus sebagzi LKF. Minimal berbentuk sebagai Koperasi, PT, atau BUMD. Jika berbentuk sebagai PT, pimpinan MT saat ini, tidak lagi menjadi pemilik tunggal dan utama. Kepemilikan saham perorangan dibatasi maximal 20%, saham maximal justru menjadi milik pemda sebesar 60%. Itu artinya, pihak pemilik maximal hanya 3 pihak: pemda, dan 2 orang lainnya.

Jika sebagai Koperasi, maka cakupan nasabah hanya terbatas dalam kabupaten dimana lembaga ini berkedudukan. Padahal saat ini, nasabah MT merambah diluar Flotim, diluar provinsi bahkan luar negri. Jika tetap menginginkan sebaran nasabah seperti saat ini, otomatis MT harus bertransformasi menjadi bank.

Bagaimana dengan besaran bunga 10%/bulan? Ketika terdaftar di OJK, MT tak bisa menaikkan besaran bunga 10% sesuai keinginan dan taktik-strategik pemilik dan/atau managemennya. Besaran bunga bulanan musti tunduk dan taat sesuai dengan peraturan negara tentang besaran bunga lembaga keuangan. Ini tentu saja tak akan melebihi besaran bunga Bank Indonesia.

Rasa penasaran yang selama ini begitu banyak menghantui masyarakat tentang bagaimana pengelolaan lembaga ini akan terjawab. Ketakutan, was-was, harap gampang, dan asas pemanfaatan para pemilik modal besar untuk mendapatkan keuntungan sederhana secara cepat per bulan, akan usai dengan sendirinya tanpa perlu pendampingan dan/ advokasi pihak yang peduli, khususnya terhadap kekuatiran kelangsungan hidup ekonomi kaum kecil. Begitupun soal transparansi; tiap 4 bulan berkewajiban membuat laporan keuangan lembaga.

Maka jika MT ingin tetap eksis, dan pasti karena konsekuensinya terlalu mahal bagi pemiliknya untuk berhenti saat-saat transisi ini, tidak ada jalan lain, kecuali mendaftar pada OJK di Jakarta sebelum akhir tahun atau paling lama di minggu pertama Januari 2014. Maka tidaklah mengherankan saat ini pemilik MT berada di Jakarta; atau setidaknya sebelum akhir tahun, akan bolak-balik Larantuka - Jakarta. Jika demikian, nasabah -yang jumlahnya dalam rentang belasan ribu itu- harus harus menyiapkan diri menerima kenyataan, bahwa paling cepat jelang akhir tahun hingga minggu pertama Januari 2014, Managemen MT akan mengeluarkan pengumuman untuk menurunkan prosentase besaran bunga simpanan per bulan ke angka batasan wajar, mulai diberlakukan!

Inilah titik terrawan itu. Titik kulminasi. Pertarungan antara penyelamatan modal-logika dengan harapan tinggi-kepercayaan. Situasi penarikan modal secara serentak. Kepanikan dan kegaduhan massal. Berakhirnya keresahan Bank-Bank Nasional seantero Lamaholot. Terkandasnya naluri pemilik modal besar mendapatkan keuntungan besar-cepat bulanan. Munculnya situasi rentan keharmonisan keluarga. Terhambatnya biaya pendidikan bulanan usia sekolah. Angka kredit macet meninggi dalam sejarah keuangan Fotim dan/atau Lamaholot Raya. Sebab darimana managemen mengembalikan seluruh keuangan belasan ribu nasabah, modal dan bunga, sekitar ratusan miliar itu pada saat yang bersamaan tanpa terkecuali? Adakah stock uang dalam jumlah demikian tersedia pada Brankas Bank-Bank Nasional di Tanah Lamaholot Raya?

Tapi, merupakan saat yang tepat bagi aparat negara untuk jatuhkan tindakan tepat stabilkan kondisi dan mencegah amuk dan pembangkangan sipil massal; saat yang tepat bagi managemen berdalih dan menyelamatkan responsibilitas atas nama, terutama, tuntutan UU No. 1/2013 dan peraturan OJK, sekaligus, bisa jadi tambahan, pengambilan modal dan bunga dapat dilakukan dengan angka tertentu saja dalam rentang waktu tertentu, serta harus disampaikan sebelumnya dalam jangka sekian lama. Serta saat yang tepat bagi aparatus negara lokal, bertindak sambil melupakan aturan kaku kebirokrasian, termaxuk saat Super-Platinum bagi Anggota dan/atau institusi DPRD Flotim mengambil langkah sekalipun tanpa adanya pengaduan demi stabilitas, terutama mengambil simpatti masyarakat atas momen cantik ini, demi menambah amunisi PILEG 2014 (bagi yang ingin, tentunya).

Hemm Lonceng Gereja SSPS Balela -terletak di seberang Taman Kota Pante Uste- telah berdentang. Lantunan doa dan kidung Adorasi dalam Kapel Tuan Ma, di bawah kaki Salib OMK, yang kemarin diarak, baru saja usai. Tersisa nyala lilin-lilin dalam formasi parabola, batinku: "Apapun itu, kita masih punya cahaya terang, Walaupun hanya Api Lilin-Lilin Kecil!
Larantuka, 19 Oktober 2013
Share this article now on :

Posting Komentar