Masa Transisi Mitra Tiara
|
Foto by Kico; Jepretan 07 Mei 2012
|
Sejak
dibentuknya OJK -dan peraturan tentangnya- dan UU No. 1 Tahun 2013
tentang LKM (Lembaga Keuangan Mikro), justru malah menyelamatkan
eksistensi Mitra Tiara sebagai Lembaga Kredit Finansial. Inipun
tergantung pada managemen MT untuk mau mendaftarkan MT kepada OJK.
Batasan waktunya minimal hingga akhir Desember 2013. Hal inilah yang
sebabkan 30 September lalu, Managemen MT mengeluarkan penguman terkait
pembatasan pengambilan bunga dan Pokok terhitung 01 Octo - 31 Desemb
2013; akan kembali normal Januari 2014. Masa Transisi inilah menjadi
penentu eksistensi MT.
Ketika terdaftar di OJK, sekalipun mampu
selamatkan eksistensi institusi MT, dengan terlibatnya pemda dalam hal
pembinaan, pendampingan, bahkan penyertaan modal dan pembentukan Lembaga
Penjamin Simpanan, memang sepintas investasi nasabah seolah-olah
terjamin dan aman. Namun justru disitulah titik rawan terhadap investor
(nasabah) yang bertujuan mendapatkan bunga fantastik. Dan memang itulah
alasan dan motif utama.
Ada banyak konsekuensi legal yang
kemudian menjadikan MT harus merubah total seluruh mekanisme dan
managemen. Mulai dari bentuk, status, cakupan wilayah, bahkan besaran
bunga simpanan bulanan. MT kemudian tidak lagi menjadi primadona dan
kehilangan daya tarik utama dengan besaran bunga 10% itu. MT tak ubahnya
seperti CU, Koperasi SP, Bank, dan LKM lainnya. Sepi peminat, harus
mengeluarkan biaya sosialisasi dan promosi yang tidak sedikit (jika
ingin tetap diminati) seperti lembaga sejenis yang bertebaran di Flotim.
Tidak seperti saat-saat sebelum ini, managemen hanya berdiam di kantor,
nasabah berbondong-bondong invest saban hari tergiur bunga tinggi.
Pasalnya, MT tidak lagi berstatus sebagzi LKF. Minimal berbentuk
sebagai Koperasi, PT, atau BUMD. Jika berbentuk sebagai PT, pimpinan MT
saat ini, tidak lagi menjadi pemilik tunggal dan utama. Kepemilikan
saham perorangan dibatasi maximal 20%, saham maximal justru menjadi
milik pemda sebesar 60%. Itu artinya, pihak pemilik maximal hanya 3
pihak: pemda, dan 2 orang lainnya.
Jika sebagai Koperasi, maka
cakupan nasabah hanya terbatas dalam kabupaten dimana lembaga ini
berkedudukan. Padahal saat ini, nasabah MT merambah diluar Flotim,
diluar provinsi bahkan luar negri. Jika tetap menginginkan sebaran
nasabah seperti saat ini, otomatis MT harus bertransformasi menjadi
bank.
Bagaimana dengan besaran bunga 10%/bulan? Ketika
terdaftar di OJK, MT tak bisa menaikkan besaran bunga 10% sesuai
keinginan dan taktik-strategik pemilik dan/atau managemennya. Besaran
bunga bulanan musti tunduk dan taat sesuai dengan peraturan negara
tentang besaran bunga lembaga keuangan. Ini tentu saja tak akan melebihi
besaran bunga Bank Indonesia.
Rasa penasaran yang selama ini
begitu banyak menghantui masyarakat tentang bagaimana pengelolaan
lembaga ini akan terjawab. Ketakutan, was-was, harap gampang, dan asas
pemanfaatan para pemilik modal besar untuk mendapatkan keuntungan
sederhana secara cepat per bulan, akan usai dengan sendirinya tanpa
perlu pendampingan dan/ advokasi pihak yang peduli, khususnya terhadap
kekuatiran kelangsungan hidup ekonomi kaum kecil. Begitupun soal
transparansi; tiap 4 bulan berkewajiban membuat laporan keuangan
lembaga.
Maka jika MT ingin tetap eksis, dan pasti karena
konsekuensinya terlalu mahal bagi pemiliknya untuk berhenti saat-saat
transisi ini, tidak ada jalan lain, kecuali mendaftar pada OJK di
Jakarta sebelum akhir tahun atau paling lama di minggu pertama Januari
2014. Maka tidaklah mengherankan saat ini pemilik MT berada di Jakarta;
atau setidaknya sebelum akhir tahun, akan bolak-balik Larantuka -
Jakarta. Jika demikian, nasabah -yang jumlahnya dalam rentang belasan
ribu itu- harus harus menyiapkan diri menerima kenyataan, bahwa paling
cepat jelang akhir tahun hingga minggu pertama Januari 2014, Managemen
MT akan mengeluarkan pengumuman untuk menurunkan prosentase besaran
bunga simpanan per bulan ke angka batasan wajar, mulai diberlakukan!
Inilah titik terrawan itu. Titik kulminasi. Pertarungan antara
penyelamatan modal-logika dengan harapan tinggi-kepercayaan. Situasi
penarikan modal secara serentak. Kepanikan dan kegaduhan massal.
Berakhirnya keresahan Bank-Bank Nasional seantero Lamaholot.
Terkandasnya naluri pemilik modal besar mendapatkan keuntungan
besar-cepat bulanan. Munculnya situasi rentan keharmonisan keluarga.
Terhambatnya biaya pendidikan bulanan usia sekolah. Angka kredit macet
meninggi dalam sejarah keuangan Fotim dan/atau Lamaholot Raya. Sebab
darimana managemen mengembalikan seluruh keuangan belasan ribu nasabah,
modal dan bunga, sekitar ratusan miliar itu pada saat yang bersamaan
tanpa terkecuali? Adakah stock uang dalam jumlah demikian tersedia pada
Brankas Bank-Bank Nasional di Tanah Lamaholot Raya?
Tapi,
merupakan saat yang tepat bagi aparat negara untuk jatuhkan tindakan
tepat stabilkan kondisi dan mencegah amuk dan pembangkangan sipil
massal; saat yang tepat bagi managemen berdalih dan menyelamatkan
responsibilitas atas nama, terutama, tuntutan UU No. 1/2013 dan
peraturan OJK, sekaligus, bisa jadi tambahan, pengambilan modal dan
bunga dapat dilakukan dengan angka tertentu saja dalam rentang waktu
tertentu, serta harus disampaikan sebelumnya dalam jangka sekian lama.
Serta saat yang tepat bagi aparatus negara lokal, bertindak sambil
melupakan aturan kaku kebirokrasian, termaxuk saat Super-Platinum bagi
Anggota dan/atau institusi DPRD Flotim mengambil langkah sekalipun tanpa
adanya pengaduan demi stabilitas, terutama mengambil simpatti
masyarakat atas momen cantik ini, demi menambah amunisi PILEG 2014 (bagi
yang ingin, tentunya).
Hemm Lonceng Gereja SSPS Balela
-terletak di seberang Taman Kota Pante Uste- telah berdentang. Lantunan
doa dan kidung Adorasi dalam Kapel Tuan Ma, di bawah kaki Salib OMK,
yang kemarin diarak, baru saja usai. Tersisa nyala lilin-lilin dalam
formasi parabola, batinku: "Apapun itu, kita masih punya cahaya terang,
Walaupun hanya Api Lilin-Lilin Kecil!
Larantuka, 19 Oktober 2013
Share this article now on :
Posting Komentar