Rabu, 18 Desember 2013

Menelisik Sumber Penghasilan Mitra Tiara


Kantor Mitra Tiara; pict by Frank Lamanepa
Bicara Lembaga Kredit Finansial (LKF) Mitra Tiara, Larantuka, terutama dengan kondisi kekinian, disebut sebagai lembaga penipuan dan money loundry, setelah kegagalan membayar bunga bulanan dan simpanan pokok nasabahnya, tidak saja menjenuhkan, juga sudah sampai pada level 'Kebosanan Akut'. Tapi apapun yang terjadi, yang namanya upaya mengungkap kebenaran dan keprihatinan, bagi yang peduli maupun yang sekadar apatis, cenderung tergiur terlibat dan melibatkan diri untuk turut sumbang pikiran dan gagasan. Maka tidak heran hingga hari ini, tidak saja menjadi sumber berita primadona semata, selain sebagai topik obrolan tingkat warung kopi, juga menjadi menu utama gosip ibu-ibu rumah tangga sambil mencari kutu rambut.

Dalam grup diskusi media sosial, soal Mitra Tiara (MT), pembicaraannya sudah dimulai kurang lebih setahun yang lalu. Dimulai dari sekadar pengendusan, justifikasi investasi bodong, bahkan strategi dan solusi penyelesaian praktek money loundry berkedok investasi ini. Analisis terhadap praktek dan mekanismenyapun sangat beragam. Dari ilmiah hingga sejenis ramalan bintang; bahkan dari turunan dan praktek idiologi kapitalis dan neoliberal. Maka jikapun dikodifikasi, sudah dapat menghasilkan satu buku puluhan bab dengan ketebalan ratusan halaman.

Sumber Penghasilan MT


Yang selalu menarik dan hingga hari inipun belum mampu diketahui secara pasti adalah bagaimana pengelolah sekaligus pemilik MT, Nikolaus Ladi, SH, MH, (NL) mampu memberikan bunga simpanan sebesar 10%/bulan bagi tiap nasabahnya. Bunga ini super menggiurkan. Malah melebihi bunga lembaga keuangan resmi manapun. Bahkan sangat jauh dari bunga deposito BI setahun. Fantastik!

Berbagai asumsi muncul. Bahwa pemilik MT bermain valas, saham, dan mendapat hibah dari kerjasamanya dengan NGO (Non Goverment Organization) beberapa negara pendonor. Yang disebut terakhir, merupakan pendasaran yang disampaikan sendiri oleh NL dan karyawan MT, ketika melakukan prospek kepada calon nasabahnya.

Namun akal sehat, sepertinya tak mampu menerimanya secara logis tentang sumber pembiayaan MT dari ketiga aspek tersebut. Banyak prinsip-prinsip dari ketiga point diatas yang dengan sendirinya menggugurkannya. Hal ini kemudian didasari dahlil bahwa,  apapun usaha NL atau MT, minimal nilai keuntungan total dalam sebulan mencapai angka 15%. Maka pertanyaannya makin menarik. Usaha legal mana di Republik ini, yang nilai keungtungan tiap bulannya selalu pasti minimal 15%?

Bisa jadi ada banyak usaha legal yang nilai keuntungannya demikian bahkan melebihi. Tapi sangat tidak mungkin jika nilai keuntungan demikian constan tiap bulan selama 5 tahun tanpa tersendat (rugi atau impas). Mungkin bisa jika usahanya sangat beragam dalam banyak aspek. Alasan inipun lemah.

Secara kasat mata, memang ada beberapa usaha yang dijalankan NL. Namun, itu baru saja dimulai 2013, bahkan belum beroperasi. Hotel di Watowiti - Larantuka dan di Kupang. Tanah untuk pembangunannyapun bukan tanah milik NL, melainkan pembelian. Dari hasil investigasi, segala material untuk pembangunan Hotel di Watowiti masih kasbon dari toko bangunan dan material di Larantuka. Pasca terjadinya rush awal oktober, sejumlah material telah ditarik oleh toko bangunan tersebut.

Dalam sesi wawancara kami dengan NL, 02/10/2013, ada indikasi uang yang dikumpulkan MT diikutsertakan dalam Asuransi Sunlife. Terbukti dari pengakuan NL, bahwa dirinya pada akhir Agustus 2013, mewakili MT, menerima penghargaan dari Sunlife, sebagai lembaga keuangan yang terbanyak nasabah se NTT, di Jakarta. Itu artinya bahwa uang nasabah yang disertakan pada Sunlife, yang bisa jadi dalam kurun waktu tertentu baru dapat dicairkan. Ada rumor yang mengatakan bahwa bunga dari Sunlife, malah diatas 10%/bulan.

Informasi lain yang berhasil dihimpun, bahwa NL menyertakan uang MT dalam pembiayaan sub proyek  pemerintah pada 4 (empat) perusahaan besar di Jakarta. Salah satunya berinisial HG. Sehingga ketika terjadi rush baru-baru ini, kas MT kosong, dan menjanjikan pengembalian simpanan pokok dan bunga nasabah pada desember hingga januari. Asumsinya, semua proyek pemerintah berakhir di desember. Pembayaran 100% prroyek paling cepat desember dan paling lama januari.

Tapi apakah uang nasabah yang terkumpul sekitar Rp 413 M itu secara fisik ada? ditahun 2012 saja, ketika total nasabah masih sekitar 5000-an, NL mengaku setiap hari, managemen harus menggelontorkan sekitar  Rp 2 M - Rp 3 M untuk pembayaran bunga nasabah yang jatuh tempo. Belum lagi ditahun 2012, MT harus membeli tanah untuk pendirian Kantor MT saat ini dengan biaya sekitar Rp. 200-an juta, pembelian tanah di Watowiti dan Kupang untuk bangun hotel, pembelian rumah mantan ketua DPRD Flotim, biaya operasional MT dan gaji karyawan.

Maka jika total nasabah 16 ribu-an, dengan jumlah simpanan sekitar puluhan juta/nasabah, rekening fiktif sejumlah karyawan (mark up besaran bunga), jumlah hari kerja hanya 5 hari, maka sangat banyak uang yang harus dikeluarkan tiap harinya untuk pembayaran bunga nasabah. Itu artinya, bahwa secara de facto kas  MT hanya berputar tiap hari untuk transaksi dengan nasabah.

Dengan demikian, ketika mencoba menelisik sumber penghasilan MT, sehingga mampu selama 5 tahun membayar bunga 10% itu, hampir pasti menggunakan sistem Skema Ponzi. Uang nasabah sendirilah yang diambil untuk pembayaran bunga nasabah. Yang sangat tergantung dari nasabah baru. Hal ini pernah diterapkan oleh Bernard Medow, pegiat keuangan di Wallstreet, AS, yang di tahun 2012 telah ditangkap oleh pihak berwenang AS.Dalam skala tertentu, bisa jadi juga sebagian didepositokan dan diasuransikan.

Maka ketika kini pihak Polres Flotim menetapkan NL menjadi tersangka dengan pasal penggelapan dan pencucian uang, tentu saja hanya berdasarkan pengaduan dan keterangan dari  beberapa saksi. Menjadi makin menarik, jika nanti selama proses penyidikan kita akan ketahui bagaimana mekanisme yang diterapkan oleh NL dalam membayar bunga 10%/bulan itu.
Share this article now on :

Posting Komentar