Jumat, 13 Desember 2013

Riwu Ga, Sukarno dan Proklamasi 1945


Riwu Ga, foto : Kluget.com
Pada tahun 1934 saat Bung Karno baru  saja sampai di tempat pembuangannya di Ende, Flores. Ada seorang muda  yang senang melihat kedatangan orang buangan dari Jawa. Anak berumur 14  tahun itu bernama Riwu Ga. Ia setiap pagi berjalan 3 kilometer untuk  menonton orang dari Jawa yang katanya terkenal.

Suatu siang saat Bung  Karno sedang mengerjakan potongan kayu untuk ganjel pintu, Riwu Ga  datang membawa pisang dan bertanya-tanya pada Sukarno tentang caranya  membuat potongan kayu. Sukarno adalah seorang Insinyur, tapi ia selalu  bicara dengan bahasa yang dimengerti lawan bicara dan Sukarno senang  dengan anak ini yang banyak ingin tau. Saat itu jam 10 pagi, Sukarno dan Riwu bicara sampai sore.
Akhirnya Sukarno meminta Riwu membantu  di rumahnya, banyak juga pemuda flores membantu di rumah Sukarno. Riwu  ikut maen tonil dan membenahi baju-baju pemain tonil sambil belajar lagu Indonesia Raya dengan caranya yang gembira. Ia senang dan  melompat-lompat ketika Bung Karno melawak dan menceritakan soal yang  seru-seru.

Tahun 1942 Jepang datang ke Indonesia,  Bung Karno akan dibawa ke Australia oleh Belanda dengan alasan untuk  menyelamatkan jiwa Sukarno. Tapi saat di pinggir pesawat Riwu minta  ikut, Bung Karno memaksa Belanda agar Riwu ikut ke Australia, tapi  Belanda menolak. Bung Karno juga menolak bila Riwu tidak diajak, jadilah Bung Karno tidak diajak ke Australia. Sejarah Indonesia akan berubah  total andai Riwu tidak memaksa dirinya ikut….

Saat dibuang ke Bengkulu dan berjalan  kaki di tengah hutan lebat Inggit, Sukarno dan Riwu menuju Kota Padang.  Di Padang mereka tinggal di kota itu beberapa bulan, Sukarno tiba di  Djakarta bersama Riwu yang setia mengikutinya. Riwu adalah pembantu  kesayangan Sukarno dan Ibu Inggit. Saat Proklamasi 1945 dibacakan dan  Fatmawati isteri baru Sukarno yang berada di samping Bung Karno saat  membacakan Proklamasi, mata Riwu berkaca-kaca dalam hatinya berteriak :  “Mustinya Ibu Inggit yang disana, mustinya Ibu Inggit yang berdiri di  bawah kibaran merah putih, karena Inggitlah yang tau susah dan jerih  payah Sukarno.

Beberapa jam setelah Proklamasi, Sukarno memanggil Riwu dan menyuruh untuk ngabarin satu Djakarta sudah merdeka. Riwu mencari Jeep dan diajaknya seorang bernama Sarwoko yang menyetir.  Di tengah jalan Riwu berteriak “Merdeka…Merdeka…Merdeka!!!!!!!” sambil  mengepalkan tangan keras-keras. Orang2 pada bingung melihat kelakuan  Riwu tapi akhirnya paham, orang tau Sukarno sudah memerdekakan Republik  ini.
Di hari tuanya siapa yang mengenal Riwu, dia hanya memacul tanah tandus di Flores, Riwu tak seperti pejabat yang dengan mobil mewah ke Istana dan dengan jas puluhan juta menghormat  pada bendera Indonesia Raya. Ia hanya orang tua yang rapuh dan ia tidak  pernah diundang ke Istana, karena mungkin saja bau dekil dan baju kotor  tak pantas bagi Istana yang megah. Tapi tanpa Riwu kita tak mengenal  Indonesia seperti apa yang kita kenal sekarang.

-Anton DH Nugrahanto-. Sumber: kluget.com
Share this article now on :

Posting Komentar