Senin, 08 Desember 2014

Sandiwara Terpecahnya GOLKAR

Ical dan Agung Laksano. "Pemain Watak"
Tiga jam yang lalu, ketika Coffee Time, saya kedatangan seorang senior. Obrolan menjurus tentang peta KIH dan KMP. Senior ini memang sedikit apatis dan skeptis soal politik. Wajar, saat ini semua orang sedari bangun tidur hingga jelang tidur lagi, jika luangkan waktu nikmati televisi, sudah tentu selalu dicecoki dengan saling rengek kedua koalisi itu. Tanpa sadar, telinga, otak, dan semangat warga negara diracuni dengan berita demikian yang tak kenal lelah. Thema itu semakin menghegemoni kehidupan masyarakat terhadap akses kebutuhan yang layak akan informasi.

"Lamanepa, kamu tahukan tentang keterpecahan Partai Golkar saat ini?"
"Tentu saja, abang. Jadi fokus utama berita."
"Setelah munas di Bali dinilai penuh dengan intrik, kelicikan, intimidasi, dan money game, mereka yang menamakan diri Presidium Penyelamat Partai mengadakan munas tandingan."
"Begitulah, abang."
"Menurutmu?"

"Artinya kepemimpinan Ical tidak mendapat apresiasi dan respon positif dari internal, abang. Setidaknya dari kalangan Agung Laksano dan beberapa organisasi pendiri Golkar. Sebut saja karena beberapa kegagalan. Bukankah keterpecahan itu sebelum adanya munas Bali?"
"Inkonsistensi!"
"Maksud abang?"
"Ya kedua kubu itu, tidak konsisten dengan rencana munas masing-masing yang mereka koarkan. Katanya Januari 2015, tapi keduanya malah melaksanakan di bulan desember."
"Namanya juga politik, abang. Selalu saja penuh dengan ketidakpastian. Itu fenomena biasa. Apalagi hanya soal waktu pelaksanaan munas. "

Terhenti sejenak. Kami beri ruang untuk mulut melakukan kerjanya, seruput Kopi. Tidak terencana, masing-masing kami berikan porsi yang sama, 2 kali seruputan. Mulut menjadi nikmat menerima asap rokok dalam sekali tarikan panjang.

"Lamanepa, saya cenderung menilai berbeda. Apakah menurutmu kedua kubuh itu memang berseberangan dalam perebutan Ketua Umum?"
"Begitulah informasi yang beredar di media, abang. Dan sepertinya cukup beralasan. Apalagi karena kubuh Agung Laksono sudah sangat terang mendukung mantan Ketum Golkar, JK. Sementara Ical masih setia sebagai Ketua Presidium KMP. Masuk akal, abang."

"Saya justru sebaliknya. Agung Laksono dan Ical sesama elite Golkar. Tidak ada sejarahnya Golkar itu terpecah karena pertentangan internal. Golkar itu partai yang sudah matang. Malah sangat matang untuk membiarkan terpecah hanya karena perebutan kursi Ketum. Tidak. Tidak mugkin."
"Bukankah secara materi, beberapa kader terbaik Golkar juga dipecat oleh kepemimpinan Ical hanya karena tidak mendukung orientasi politik Ical? Saya kira unsur arogansi dan otoriter itulah salah satu penyebab pertentangan mereka, abang."

Senyum Petinggi Golkar
"Ya karena sejarah itulah. Ini tentang karakter. Karakter Golkar dalam berposisi terhadap kekuasaan negara. Bahwa Golkar tidak mungkin lepas dari keterikatan dengan penguasa negara. Mereka selalu menjadi bagian dari kekuasaan pemerintahan. Golkar tidak pernah mampu survive jika berada di luar kekuasaan. Inilah kelemahan mereka. Dan karena itulah mereka selalu mampu terlibat dalam kekuasaan. Golkar sangat terlatih tentang ini."
"Jadi maksud abang?"

"Itu artinya, apa yang sedang terjadi antara kubuh Presidium Penyelamat Partai dengan kubuh Ical adalah bagian dari karakter yang sangat terlatih itu."
"Apakah abang ingin katakan bahwa apa yang terjadi antara kedua kubuh itu hanya taktik?", karena penasaran, kudahului dia meneguk Kopi hitam dalam gelas cangkir bertuliskan "Dreamer".

"Tentu. Pertentangan mereka sebagai sebuah langkah yang cukup briliant dan elegant terhadap dua pihak sekaligus. KMP dan Pemerintahan Jokowi. Cara ini membuat Ical punya alasan yang cukup gentle lepas dari KMP sekaligus tidak kehilangan muka dengan Prabowo. Di sisi lain, karena terlanjur menolak tawaran JK bergabung dalam pemerintahan, tetapi karena desakan yang sangat tajam dari internal untuk masuk dalam pemerintahan, maka cara itulah yang paling "manjur". Bukankah Ical tidak menjilat ludahnya? Toh publik akan tahu bahwa yang mengingingkan itu kubuh Agung Laksano bukan dirinya. Tapi hasil akhirnya tetap sama. Golkar kembali ke karakternya, bergabung dengan pemerintah. Esensinya, Ical dan kubuhnya yang selama ini begitu kekeh, tetap kader Golkar."

"Bukankah itu sama saja dengan membunuh karakter Ical sendiri, abang?
"Dan bukankah demi kepentingan lebih besar, untuk sementara nama baik itu hanyalah elegi? Ingat, memori masyarakat Indonesia ini begitu pendek. Akan pulih atau terlupakan dengan sendirinya kelak. Targetnya masih  5 tahun lagi. 2019."
"Lalu, saya kira Prabowo tentu tidak tidak tinggal diam dengan pengkhianatan Ical ini, abang."
"Golkar, termasuk Ical sudah terbiasa dicap pengkhianat. SBY saja berkali-kali merasakannya. Tapi bukankah SBY lupa juga? Tanyakan saja, terkait kesepakatan Demokrat dukung KMP dalam perebutan pimpinan DPR dan MPR. Faktanya? Hahahahahahahaha...."
"Entahlah abang. Waktu masih ada untuk membuktikannya."***


Share this article now on :

Posting Komentar