Bagan keturunan Lia Nurat |
Sejarah Manusia Pertama yang mendiami
Flores Timur daratan, dari berbagai versi, dapat dipastikan berasal dari 2
orang keturunan Gunung Ile Mandiri [Gunung di Larantuka], yaitu Lia Nurat dan
saudari perempuannya Wato Wele. Yang kemudian dari kedua keturunan inilah
masyarakat Flores timur daratan tersebar. Memang harus diakui bahwa tentang
asal usul dan keturunan dari kedua orang ini, begitu banyak versi di
masing-masing suku dan daerah. Namun demikian Mitos, ia hadir dalam
aturan-aturannya tersendiri yang memang berangkat dari budaya tutur. Berikut
ini salah satu versinya"
Di atas gunung Wato
Wela Dot, Tabu Wela Molit [sebuah kampung di pulau Timor], hidup dua orang
bersaudara. Laki-laki bernama Pati Golo Arakian dengan saudarinya Bui Kena Hara
Wada. Aktivitas Pati Golo aban pagi dan malam adalah menyadap tuak dari pohon Lontar.
Sedangkan saudarinya adalah penenun.
Oleh karena sering
mendapat tuak asam, maka Bui Kena, suatu malam memukul kepala Pati dengan
pedang tenunnya dan meninggalkan luka yang dalam. Pati menangis, penjelasannya
bahwa selalu saja Kelelawar merusak dan merobek daun pembuluh penutup tempat
air nira mengalir ke penadah dari Bambu, sebagai penyebab asamnya tuak, tak
dihiraukan saudarinya.
Pada hari yang sama,
Patipun melakukan rutinitasnya. tetap ia tak turun dari Lontar itu. Dia ingin
menangkap sumber penyebab asamnya tuak. Kelewarpun datang, malah memeluknya dan
terbang bersama Pati ke timur. Disana, di timur kelelawar menjatuhkannya. Saat
ini mereka berdua masih kecil.
Cukup lama Pati
berkelana. Ia mengembara ke timur tanpa tujuan. Dari pantai ke pantai, dari
pulau ke pulau. Akhirnya ia tiba di gunung Wato Wela Dot, Tabu Wela Molit. Ia
bertemu kembali dengan saudarinya Bui Kena. Sayangnya mereka sudah tak saling
kenal. Maka mereka berduapun menjadi suami istri. Suatu malam saat sang istri
meminyaki rambutnya, ditemukanlah bekas luka di kepala Pati. Akhirnya sadarlah
mereka sebagai saudara kandung. Bui Kena malu luar biasa. Patipun akhirnya
meninggalkan tempat itu dan menuju jauh kebarat.
Menetaplah ia di Sina
Jawa. [Versi lain dari Paul Arndt, tempat itu adalah sekitar pulau Sumatera].
Dan mengawini Sidi Lae, Sidi Lae Ata Molan, putri raja. Suatu ketika, ketika
kelahiran anak pertamanya, Pati membakar Cendana, seperti kebiasaan di Timor.
Rajapun sangat menyukai bau yang sangat harum itu. Dan meminta Pati untuk
memberikannya kepada Sang Raja, sebagai hadiah perkawinannya. tetapi karena
persediaannya terbatas, maka Pati pun menceritakan dimana sumber kayu Candana
itu, yaitu jauh di Timur di daerah asalnya.
Maka rajapun mengirim
Pati Golo Arakian untuk mengambil Kayu Cendana. Ia berangkat ke itmur
menggunakansebuah kapal. Pada titik ini, berdasarkan sejarah, bahwa sekitar
tahun 1357, armada perang Majapahit di kirim ke Solor-Alor, dan memang saat itu
pulau Pantar dan sebagian Flores Timur direbut.
Dalam perjalanan menuju kampung asalnya, ia melihat cahaya api yang terang benderang di puncak sebuah Gunung, gunung itu Ile Mandiri. Karena tertarik, Pati mendaki ke gunung itu. Di sana ia menemukan sebuah tungku dan periuk besar, disekitarnya berserakan berbagai tulang. Karena tak menemukan seorangpun manusia, maka Pati naik ke sebuah pohon besar dan mengintai.
Dalam perjalanan menuju kampung asalnya, ia melihat cahaya api yang terang benderang di puncak sebuah Gunung, gunung itu Ile Mandiri. Karena tertarik, Pati mendaki ke gunung itu. Di sana ia menemukan sebuah tungku dan periuk besar, disekitarnya berserakan berbagai tulang. Karena tak menemukan seorangpun manusia, maka Pati naik ke sebuah pohon besar dan mengintai.
Tak lama berselang
munculah satu makhluk mendekati api, dan di bawah ketiaknya, ia mengapit
beberapa binatang. Dia adalah Wato Wele, saudari dari Lia Nurat yang dilahirkan
dari gunung. Ketika hendak menyalakan api dari batu yang digesek, apipun tak
menyala. Maka mendonggaklah ia dan melihat Pati. Dimintanyalah pati untuk
turun. Tapi karena takut akan berbagai binatang, maka setelah meminta Wato Wele
membuang beberapa jenis binatang yang berbahaya, dan ketika terseisah hanya Bai
Utan, Rusa dan Landak, Pati pun turun membantu menyalakan api. Akhirnya mereka
berdua memanggang binatang yang tersisah itu.
Pati sangat heran
ketika Wato Wele mencabik-cabik binatang yang telah matang itu dengan kuku-kuku
jarinya yang panjang. Setelah makan, Pati mengeluarkan Arak. Karena sangat
penasaran, Wato Wele meminum sangat banyak dan tertidurlah ia karena mabok.
Karena keingintahuannya akan sosok Wato Wele, Pati kemudian mencukur seluruh
rambut dan bulu yang ada di tubuh perempuan itu. Terkejutlah ia ketika
menyadari bahwa mahkluk itu adalah perempuan. Ketika siuman, karena kedinginan,
Wato Wele menggigil dan menyebabkan seluruh Ile Mandiri bergoyang.
Pati Golo Arakian
menetap dan memperistri Dona Wato Wele. Anak mereka yang pertama, laki-laki
bernama Kudi Lelen Bala, Au Gatek Mata, yang mendirikan Kampung Waibalun. Anak
ke 2 juga laki-laki Lalapan Doro Duli. Anak ketiga bernama Sira Demon Pago
Molan, yang kemudian menjadi Raja Larantuka yang pertama.
Dari arah barat, istri kedua Pati Golo, Sidi Lae Ata Molan, menyuruh
anak-anaknya mencari sang ayah. Merekapun akhirnya menetap di Larantuka. Juga
ketika pulau Lapan dan Batan tenggelam [seratus tahun sejak 1357], keturunan
dari istri pertamanya, Bui Kena Hara Wada, tiba di Larantuka mencari sang ayah.
Keturunan ini kemudian dikenal sampai sekarang dengan sebutan "yang
terdampar dengan perahu" [Tena Mau].***
Sumber: Raran Tonu Wujo, Karl-Heinz Kohl, cetakan I-Ledalero 2009.
Posting Komentar