Kamis, 04 Agustus 2016

Wos Yo Nem [Nama Engko Sapa]

☆Rumah Singgah Backpacker
Pante Uste Balela; Larantuka; Lamaholot
Kota Larantuka persis berada sepanjang garis pantai. Laut di depannya seolah membentuk danau dipagari Pulau Adonara, Solor, dan salah satu tanjung daratan Flotim tempat tegaknya gunung kembar Ile Lewotobi; di sisi barat hingga selatan.
Seperti biasanya, sore itu selepas jam kerja, mereka duduk nikmati laut dengan segelas Kopi. Merayakan senja. Lalu bergegas kembali jumpai keluarga. Tapi kini belum ada seorangpun pamit. Memang kawasan ini sangat tepat nikmati senja. Tak jauh dari situ terdapat situs Istana Raja Kerajaan Larantuka, Kapela Tuan Ana dengan Taman Doa dan tentu saja Taman Kota, yang dibatasi jalan raya dari keberadaan mereka kini.
Lokasi itu kebanjiran wisata manca negara; berlalu-lalang. Sementara di laut mengapung kapal wisata ukuran jumbo. Senja itu, sepanjang Taman Kota terasa "hidup", membuat perayaan senja mereka menjadi begitu menggigit dan berisi.
Beberapa warga terlibat berbincang dengan wisatawan sambil menawarkan produk lokal. Tak ketinggalan yang sedang nikmati kopipun ikut.
Roger segera habiskan sisa kopi. Ketika hendak beranjak, ponselnya berdering. Dari nadanya, Roger tahu itu panggilan dari istri. Ada kebutuhan mendesak di rumah yang mengharuskan ia kembali saat itu juga. Buru-buru tanpa pamit, Roger tinggalkan rekan-rekannya.
Di ruang tamu rumahnya, ketika sedang serius membahas kebutuhan mendesak itu, ponsel istrinya berdering.
"Papa, kok yang telepon ini dari nomornya papa?"
"Kok bisa, mama? Ponsel papa kan ada di pa ...."
Ucapan Roger terhenti ketika ia tak berhasil temukan ponsel di seluruh kantong pakaiannya.

"Aduh mama! Ponsel papa ketinggalan .... Mari mama biar papa yang jawab panggilan itu. Siapa tau dari rekan papa yang temukan ponselnya".
"Hallo ... ", sebut Roger berusaha tenang.
"Wos yo nem?", tanya suara di ujung telepon.
"Ya, Hallo.. Siapa ni?"
"Wos yo nem? Hu ar yo?", penelpon itu menggulang-ulang.
"Ééé..", sebelum Roger melanjutkan, panggilan itu diputuskan.

Roger terdiam. Bingung. Istrinya memandang ke arahnya dalam ekspresi tanya minta dijelaskan.
"Ai... mama! Ponselnya papa ditemukan bule".
"Kok bisa papa? Memangnya bule di mana?"
"Itu tadi ngomong pake bahasa Inggris. Tadi di depan tempat kerja papa, banyak bule. Mereka wisatawan".
"Terus ponselnya mo dikembalikan ya?"

Tiba-tiba ponselnya berdering lagi. Masih dari nomor yang sama.
"Ya, Hallo.."
"Wos yo nem? Hu ar yo? Wos yo nem? Hu ar yo? Wos yo nem? Hu ar yo?"
Suara itu terus mengulang pertanyaan yang sama. Belum sempat Roger jawab dan bertanya balik, keburu sambungan diputuskan.

Roger mulai kesal. Begitu juga istrinya. Ia kemudian menghubungi nomor ponselnya itu. Hingga beberapa kali, tak juga tersambung. Akhinya ia menyerah. Kiranya ponsel itu dalam kondisi off.
"Sudahlah papa. Anggap saja buang sial. Papakan bisa beli yang baru dan lebih bagus lagi".
"Ia sih mama. Tapi nomornya papakan ilang? Sayang nomornya, mama".
"Kan bisa papa ngurus ke operator jaringan untuk dapat nomor yang sama?"

"Betul ma. Tapi papakan lagi lobby donatur yang mau invest pembangunan 5 unit Rumah Singgah Backpacker? Dan 2 hari lagi papa harus hubungi mereka. Nah, nomor mereka papa lupa buat candangan; hanya ada di ponsel itu, ma".
"Sabar ya papa. Siapa tau bule itu akan hubungi lagi untuk kembalikan..."
"Ya semoga ma. Soalnya nilai investnya tidak kecil. 1 M lho mama...", Roger pasrah.

Pagi pukul 7, hari dimana ia harus hubungi donatur, meski gusar, Roger nikmati Kopi bersama istri. 1 jam lagi, ia sudah harus hubungi mereka. Usahanya untuk temukan ponsel dan nomor donatur, belum berhasil.
Rekannya, Yoga tiba. Kediaman keduanya tidaklah berjauhan. Berdua sering merayakan pagi selalu dengan Kopi Itam Larantuka. Meski terpaut usia, keakraban keduanya selayak seumuran. Kepada Yoga, Roger telah kisahkan kehilangan itu. Bahkan turut membantu mencari.
20 menit menuju deadline. Berkat keluwesan dan selera humornya yang terbilang tinggi, Yoga mampu menjangkiti Roger dan menghapus kegelisahannya. Masing-masing mereka, telah habiskan 2 cangkir Kopi. Dan di cangkir yang ke tiga ini, Roger sepertinya telah ikhlas.
"Biarlah Yoga. Saya sudah tidak pikir lagi. Mungkin ini bukan rejeki saya. Siapa tau esok-lusa saya dapat donatur lain, dan impian adanya Rumah Singgah Backpacker terwujud. Bukankah dunia belum kiamat? Hehehe...."
"Akan indah pada waktunya. Percayalah, keajaiban selalu ada. Apalagi di saat-saat penentuan. Meskipun tinggal 10 menit lagi, tapi belum tentu gagal. Jangan menyerah! Hehehe...."
"Meski betul, tapi hanya 10 menit lagi. Dan ponsel itu sudah dibawa bule keparat itu entah di mana kini. Tapi ya sudahlah", Roger kembali teguk Kopi. Lalu ia terdiam.
"Sekarang tinggal 5 menit. Saya masih percaya. Keajaiban selalu ada". Yoga tak henti menyemangati.
"Hahahaha 5 menit tunggu keajaiban! Jika ada, dan kalo jadi, selama 3 bulan Rumah Singgah itu gratis untuk para Backpacker!" Janji Roger.

Yoga tersenyum senang. Informasi ini, ia akan teruskan ke Jaringan Backpaker se Nusantara, yang mulai menggandrungi alam dan budaya Lamaholot. Kabar gembira! Tentu saja.
"Lalu ini apa, Bos Roger ...?", tanya Yoga sembari tangannya dijulurkan ke lawan bicaranya.
Mendadak Roger bangkit dari kursi.

"Lubang Butu! Mai pun pu@i! Jadi engko yang ambe ka hp te? Berangkat! Bangsat kau! Jo engko te yang sebo 'Wos yo nem? Hu ar yo?'. Binatang! Bua kita susah ngeri!"
Yoga bergegas keluar halaman. Menghindar! Ponsel itu masih digenggamnya. Ia tau betul ekspresi Roger ketika marah besar. Roger sudah mengikutinya dengan cangkir kopi siap lempar.
"E Babi 'Wos Yo Nem', engko musti kena. Kita musti gedu dulu baru puas le kita!", ancam Roger.
"Denga dulu boss", balas Yoga tanpa ekspresi bersalah.
"Legi atu menit, waktunya hubungi donatur te. Mo beda kita ka, kita lari ba HP ni jo boss sesaja; ampa?". Yoga mengancam balik.

Roger sadar seketika. Cangkir Kopi ia banting ke tanah.
"Wos Yo Nem, leka ba datan HP!"
Yoga menghampirinya. Ia menyerahkan ponsel itu meski jarak di antara mereka masih sekitar satu meter. Roger merampas dan segera menghubungi nomor tertuju. Yoga tak dihiraukannya lagi. Yoga tersenyum senang, ketika mendengarkan ekspresi suara Roger. Ya, ia punya kabar sukacita bagi para backpaker se Nusantara!
Sejak saat itu, Roger memanggil Yoga dengan nama baru: "Wos Yo Nem"! Dan di tiap obrolan mereka, Yoga selalu ucapkan: "Keajaiban Selalu Ada". Hehehe...☆FrancisLamanepa
Larantuka, Sabtu, 19 February 2016; pkl. 05:39 wita
Share this article now on :

Posting Komentar