Jumat, 09 September 2016

TAK ADA KEJAHATAN YANG SEMPURNA



Dunia di Ujung Jari. Tagline ini rasanya tidak sangat vulgar atau hiperbola, ketika omong kondisi objektif kekinian. Aktual, Faktual, bahkan Fenomenal [Upssss... :P ]. Sejak [HP atau Teknologi] Android terpapar begitu manis di etalase's dan/atau menerima sentuhan mesra ujung jemari; dunia tak lagi berbatas dan/atau tidak miliki batas sama sekali [Borderless World]. [Maaf disisipi English dikit biar dapati kesan intelek. Hehe].

"Om, maaf ya kami tidak sempat mampir. Bapanya Leonel masih bertugas keluar kota. Dan di rumah hanya tinggal saya dan Leonel. Apalagi Leonel demam," pesan Murin 19 jam lalu kepada Shamon.

"Tidak apa-apa mama Leonel. Masih banyak kesempatan. Tapi bapanya Leonel belom balik ya?" Tanya Shamon.

"Rencananya memang 2 hari lalu balik, om. Sekalian bisa mampir kemarin. Tapi bapanya bilang diperpanjang 3 hari. Jadi sore nanti baru tiba."
"Tapi saya lihat sejak dua hari lalu, kemarin, dan tadi dinihari, bapa Leonel tulis status, kok?"

"Ia. Saya juga baca kok, om Shamon."
"Oh? Maksudnya mama Leonel tau apa yang saya maksud?"
"Ia. Tau. Bapa Leonel menyesal belom bisa balik. Terutama tidak bisa mampir ke rumahnya om kemarin."
"Maksud saya... Oh ia… baiklah. Tidak apa-apa mama Leonal."

Shamon keburu hentikan jarinya dan mengalihkan apa yang ia ingin katakan. Bukan. Bukan dengan cara ini, batinnya. Ia usapkan layar ponselnya ke aplikasi fb. Di sentuhnya menu pojok kanan atas. Ada gambar orang dengan tiga garis putih di samping kanannya. Shamon ingin pastikan apakah akun yang diinginkannya aktif [Online]. Ia puas. Yang dicari berindikator hijau.

"Pagi bapa Leonal. Masih di luar kota ya?"
"Pagi juga om Shamon. Ia ni masih. Tapi nanti sore sudah balik."
"Maksudnya dari dua hari lalu belom balik?"
"Ia om. Harusnya sudah balik dua hari lalu. Tapi karena belom selesai jadi diperpanjang hingga hari ini."

"Tapi, status fb bapa Leonal dua hari lalu, kemarin, dan hari ini sudah jelas tu?"
"Ia. Saya memang belom bisa balik dan mohon maaf karena tidak bisa mampir ke rumahnya om kemarin."
"Bukan itu maksud saya. Bapa Leonal benar-benar masih di luar kota?"
"Om Shamon. Kan sudah saya sampaikan beberapa kali. Bahwa saya masih di luar kota".

Shamon mulai kesal. Tidak keburu dibalasnya. Ia menuju "Dinding" nya bapa Leonel. Semua status sejak 2 hari lalu discreenshoot. Dieditnya 3 gambar itu untuk menyoroti tulisan kecil dengan lingkaran merah. Lalu:

"Maaf ya bapa Leonel. Itu 3 gambar status bapa Leonel. Dan yang saya lingkar merah itu adalah lokasi atau posisi seseorang ketika unggah statusnya".
"Bapa Leonel masih yakin kalo sejak dua hari lalu tidak ada di Larantuka?"

Bapa Leonel pucat membaca kata 'Larantuka' dalam lingkaran merah itu. Bagaimana bisa tertera demikian?
"Ah saya tidak pernah menulisnya, om. Paling itu fb ngawur. Saya masih di luar kota kok..."
"Bapa Leonel. Inilah akibatnya kalo bapa tak paham yang bapa gunakan. Hanya sekadar 'tau gunakan semata'".
"Maksudnya om Shamon apa?"

"Begini bapa Leonel. Android dan aplikasi fb sekarang itu, tiap kali kita tulis status di dinding kita, di bagian bawah nama akun, tertera dua menu: yang pertama itu settingan ‘privasi pengiriman’, dan kedua lokasi kita saat itu. Dan soal lokasi ini, sangat up to date. Yang jadi soal, mungkin karena hurufnya kecil, cenderung diabaikan dan tidak dihapus jika bermaksud sembunyikan lokasi.”

“Aduh Tuher e… Mati kita…. Anco
lulo kita ni…. Jo kita mesti bua begemena ni om Shamon? Ai… bantu kita dulu se….” Sayang itu berupa tulisan. Tapi Shamon bisa bayangkan situasi dan ekspresi apa yang tengah dialami bapa Leonel saat itu. Apalagi Bahasa Larantukanya spontan tertulis.

“Tak ada kejahatan yang sempurna, bapa Leonel.”
“Ai…. Tulong kita dulu se ka om… Kita minta ampo…”
“Gampang jo. Nanti malan, inbox kita biar kita merapat.”
Hahahahahaha…..***Francis Lamanepa
Share this article now on :

Posting Komentar