[Perlukah Demosi & Desakan Politis?]
Sebentar lagi, sebulan lagi, setidaknya waktu paling cepat sesuai regulasi [6 bulan] pasca pelantikan Bupati/Wabup terpilih [Mei 2017], berhak menata OPD. Tahapan ini penting untuk memastikan menempatkan personel dan team kerja birokrat yang "dipercaya", dianggap cakap, dan mampu menterjemahkan sekaligus mewujudkan Visi-Misi kepemimpinan baru.
Ada dua [2] pilihan waktu eksekusi. Sebelum akhir tahun 2017 atau awal tahun 2018. Jika opsinya jatuh pada point pertama, tentu saja sedikit banyak mempengaruhi kinerja birokrat. Akhir tahun, birokrat disibukan dengan eksekusi program sebelum tahun anggaran berakhir. Termasuk laporan2 akhir tahun program dan urusan APBD Perubahan.
Lalu efek non teknis yang juga tak kalah seru adalah siuasi "kebatinan" birokrat menghadapi Hari Raya Natal dan Perayaan Tutup Tahun. Apakah masalah Hari Raya dengan birokrat? Urgen si tidak. Tapi kalau melewati Hari Raya dengan lesu lantaran harus kehilangan jabatan, tunjangan jabatan, dipindahkan pada daerah "minus", sementara harapan lunasi utang bank dengan berkah tunjangan jabatan, tentu saja cukup pelik. Meski ASN sudah harus bersedia ditempatkan dimanapun.
Pilihan berikutnya yang lebih "humanis" tanpa mengganggu aneka rutinitas birokrasi akhir tahun dan sumringah bersama keluarga lewati Hari Raya, tentu saja awal tahun 2018. Ada semangat baru mengawali tahun anggaran.
Penataan OPD tentu lebih terasa bagi birokrat yang punya jabatan, di instasi "subur", dan berkarya dekat dengan keluarga. Mulai dari Jabatan Fungsional hingga Pimpinan. Eselon IV sampai Eselon II. Lantas bagaimana peta kekuatan sumber dayanya?
UU ASN dan PP 11/2017 tentu saja menjadi rujukan utama dalam mendesain penataan OPD. Flotim terdiri dari 21 [Ke]lurah[an], 19 camat, dan sekitar 28 Dinas/Badan [termasuk Sekda dan Sekwan].
Dari total sekitar 28 Eselon II, saat ini hanya ada satu yang Eselon IIA. Selebihnya Eselon IIB. Kecuali tahun 2018 sesuai kesepakatan Pemerintah Pusat dan KPK, Inspektur Daerah [Irda] akan dinaikan jadi Eselon IIA. Penyebabnnya banyak pengawasan dianggap terbentur lantaran Irda selama ini berada di bawah Sekda. Irda selanjutnya ditetapkan dengan SK Gubernur.
Mari kita telusuri porsi dan stok Eselon II di Flotim.
Saat ini, dari sekitar 28 Eselon II, terjadi kekosongan jabatan di sekitar 4 OPD. Dua diantaranya pada Dinas Kesehatan, dan Dinas Pariwisata lantaran pimpinannya undurkan diri menjadi Cabup pada Pilkada kali lalu. Ditambah sekitar 6 jabatan lain yang pejabatnya akan pensiun pada 2018. Satu diantara yang akan pensiun itu adalah Sekretaris Daerah Flotim.
Itu artinya akan ada promosi jabatan Eselon II yang baru. Butuh dua Eselon IIB menjadi IIA, dan sekitar delapan Eselon IIIA menjadi Eselon IIB. Termasuk promosi untuk mengisi kekosongan Eselon IIIA tadi. Itu belum dihitung jika dijajaran Eselon III juga ada yang pensiun di [awal] tahun 2018.
Rotasi [mutasi] Eselon II bisa diambil dari Staff Ahli. Kualifikasi Staff Ahli sudah jamak hanya sebagai tempat pembuangan terakhir bagi Eselon IIB yang dianggap berseberangan dengan kepemimpinan daerah. Stok Eselon IIB saat ini yang terkondisi sebagaimana akan kekurangan di atas, tidak bisa diandalkan lagi sebagai "pengkotakkan" bagi Eselon IIB lainnya [Kadis/Kaban] yang sedang menjabat sekaligus dianggap berseberangan.
Komposisi Staff Ahli saat ini hanya 3 orang. Tidak seperti sebelumnya hingga 5 orang. Memang tahun 2018 nanti, ada satu orang staff ahli akan pensiun. Tapi itu tidak terlalu sempurna untuk merotasi sekaligus tempat “penghakiman” yang klop tanpa demosi [lawan dari promosi] eselon.
Sedang untuk demosi saja, jalan ini kelampau ribet dan berliku [terkait perampingan OPD]. Perlu persetujuan tidak hanya satu lembaga negara. Padahal sedang kekurangan sumber daya lantaran banyak yang akan pensiun, dan rekruitmen tenaga PNS baru tidak terjadi.
Dengan demikian, melihat situasi sebagaimana uraian singkat di atas, Penataan OPD lingkup Flotm, selain tidak bisa tidak mengacu pada UU ASN & PP 11/2017 yang demikian ketat dengan tumpuan sepenuhnya pada kompetensi2, tentu saja juga memperhatikan komposisi dan stock jabatan terkait.
Adalah hak jika penataan itu melibatkan unsur politis, balas budi, dan “balas dendam” [apalagi 2018 dan 2019 adalah tahun politik]. Namun ketersediaan sumber daya menjadi hal yang pokok. Promosi dan rotasi yang hanya mementingkan “pembalasan dan penghakiman” akan menghancurkan sendiri mesin [alat] produksi untuk mewujudkan visi dan misi kepemimpinan.
Sebab bagaimanapun ujung dari penataan OPD adalah untuk menaikkan kinerja dan pelayanan kepada publik. Yang pada akhirnya akan menjadi indikator dalam menilai keberhasilan kepemimpinan sendiri.
Selamat berpikir, merancang, dan memastikan komposisi terbaik sebagai “alat produksi” pelayanan. Semoga berhasil menetapkan team kerja yang solid, cakap, berintegritas tinggi, anti korupsi, dan mengedepankan pelayanan prima demi wujudkan visi dan misi.
Lewotana Lamaholot menuntun selalu.∆∆∆
©francislamanepa | 03102018 | Lamaholot |
Sebentar lagi, sebulan lagi, setidaknya waktu paling cepat sesuai regulasi [6 bulan] pasca pelantikan Bupati/Wabup terpilih [Mei 2017], berhak menata OPD. Tahapan ini penting untuk memastikan menempatkan personel dan team kerja birokrat yang "dipercaya", dianggap cakap, dan mampu menterjemahkan sekaligus mewujudkan Visi-Misi kepemimpinan baru.
Ada dua [2] pilihan waktu eksekusi. Sebelum akhir tahun 2017 atau awal tahun 2018. Jika opsinya jatuh pada point pertama, tentu saja sedikit banyak mempengaruhi kinerja birokrat. Akhir tahun, birokrat disibukan dengan eksekusi program sebelum tahun anggaran berakhir. Termasuk laporan2 akhir tahun program dan urusan APBD Perubahan.
Lalu efek non teknis yang juga tak kalah seru adalah siuasi "kebatinan" birokrat menghadapi Hari Raya Natal dan Perayaan Tutup Tahun. Apakah masalah Hari Raya dengan birokrat? Urgen si tidak. Tapi kalau melewati Hari Raya dengan lesu lantaran harus kehilangan jabatan, tunjangan jabatan, dipindahkan pada daerah "minus", sementara harapan lunasi utang bank dengan berkah tunjangan jabatan, tentu saja cukup pelik. Meski ASN sudah harus bersedia ditempatkan dimanapun.
Pilihan berikutnya yang lebih "humanis" tanpa mengganggu aneka rutinitas birokrasi akhir tahun dan sumringah bersama keluarga lewati Hari Raya, tentu saja awal tahun 2018. Ada semangat baru mengawali tahun anggaran.
Penataan OPD tentu lebih terasa bagi birokrat yang punya jabatan, di instasi "subur", dan berkarya dekat dengan keluarga. Mulai dari Jabatan Fungsional hingga Pimpinan. Eselon IV sampai Eselon II. Lantas bagaimana peta kekuatan sumber dayanya?
UU ASN dan PP 11/2017 tentu saja menjadi rujukan utama dalam mendesain penataan OPD. Flotim terdiri dari 21 [Ke]lurah[an], 19 camat, dan sekitar 28 Dinas/Badan [termasuk Sekda dan Sekwan].
Dari total sekitar 28 Eselon II, saat ini hanya ada satu yang Eselon IIA. Selebihnya Eselon IIB. Kecuali tahun 2018 sesuai kesepakatan Pemerintah Pusat dan KPK, Inspektur Daerah [Irda] akan dinaikan jadi Eselon IIA. Penyebabnnya banyak pengawasan dianggap terbentur lantaran Irda selama ini berada di bawah Sekda. Irda selanjutnya ditetapkan dengan SK Gubernur.
Mari kita telusuri porsi dan stok Eselon II di Flotim.
Saat ini, dari sekitar 28 Eselon II, terjadi kekosongan jabatan di sekitar 4 OPD. Dua diantaranya pada Dinas Kesehatan, dan Dinas Pariwisata lantaran pimpinannya undurkan diri menjadi Cabup pada Pilkada kali lalu. Ditambah sekitar 6 jabatan lain yang pejabatnya akan pensiun pada 2018. Satu diantara yang akan pensiun itu adalah Sekretaris Daerah Flotim.
Itu artinya akan ada promosi jabatan Eselon II yang baru. Butuh dua Eselon IIB menjadi IIA, dan sekitar delapan Eselon IIIA menjadi Eselon IIB. Termasuk promosi untuk mengisi kekosongan Eselon IIIA tadi. Itu belum dihitung jika dijajaran Eselon III juga ada yang pensiun di [awal] tahun 2018.
Rotasi [mutasi] Eselon II bisa diambil dari Staff Ahli. Kualifikasi Staff Ahli sudah jamak hanya sebagai tempat pembuangan terakhir bagi Eselon IIB yang dianggap berseberangan dengan kepemimpinan daerah. Stok Eselon IIB saat ini yang terkondisi sebagaimana akan kekurangan di atas, tidak bisa diandalkan lagi sebagai "pengkotakkan" bagi Eselon IIB lainnya [Kadis/Kaban] yang sedang menjabat sekaligus dianggap berseberangan.
Komposisi Staff Ahli saat ini hanya 3 orang. Tidak seperti sebelumnya hingga 5 orang. Memang tahun 2018 nanti, ada satu orang staff ahli akan pensiun. Tapi itu tidak terlalu sempurna untuk merotasi sekaligus tempat “penghakiman” yang klop tanpa demosi [lawan dari promosi] eselon.
Sedang untuk demosi saja, jalan ini kelampau ribet dan berliku [terkait perampingan OPD]. Perlu persetujuan tidak hanya satu lembaga negara. Padahal sedang kekurangan sumber daya lantaran banyak yang akan pensiun, dan rekruitmen tenaga PNS baru tidak terjadi.
Dengan demikian, melihat situasi sebagaimana uraian singkat di atas, Penataan OPD lingkup Flotm, selain tidak bisa tidak mengacu pada UU ASN & PP 11/2017 yang demikian ketat dengan tumpuan sepenuhnya pada kompetensi2, tentu saja juga memperhatikan komposisi dan stock jabatan terkait.
Adalah hak jika penataan itu melibatkan unsur politis, balas budi, dan “balas dendam” [apalagi 2018 dan 2019 adalah tahun politik]. Namun ketersediaan sumber daya menjadi hal yang pokok. Promosi dan rotasi yang hanya mementingkan “pembalasan dan penghakiman” akan menghancurkan sendiri mesin [alat] produksi untuk mewujudkan visi dan misi kepemimpinan.
Sebab bagaimanapun ujung dari penataan OPD adalah untuk menaikkan kinerja dan pelayanan kepada publik. Yang pada akhirnya akan menjadi indikator dalam menilai keberhasilan kepemimpinan sendiri.
Selamat berpikir, merancang, dan memastikan komposisi terbaik sebagai “alat produksi” pelayanan. Semoga berhasil menetapkan team kerja yang solid, cakap, berintegritas tinggi, anti korupsi, dan mengedepankan pelayanan prima demi wujudkan visi dan misi.
Lewotana Lamaholot menuntun selalu.∆∆∆
©francislamanepa | 03102018 | Lamaholot |
Read More »
10.00 | 0
komentar